Contoh Soal PPh: Pahami Pajak Penghasilan dengan Latihan

No comments

Mengerti tentang Pajak Penghasilan (PPh) memang penting, tapi bagaimana kalau belajarnya lebih seru? Yuk, kita selami dunia PPh dengan contoh soal yang menarik! Dari pengertian dasar hingga perhitungan yang rumit, contoh soal PPh akan membantumu memahami konsep dan menerapkannya dalam berbagai situasi.

Melalui contoh soal, kamu akan belajar menghitung PPh orang pribadi, PPh badan, PPh impor dan ekspor, serta jenis-jenis PPh lainnya. Tak hanya itu, kamu juga akan memahami objek pajak, tarif PPh, dan kewajiban wajib pajak. Jadi, siapkan pensil dan kertasmu, mari kita mulai berlatih!

Pengertian PPh

PPh atau Pajak Penghasilan merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan kepada setiap orang atau badan yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak ini merupakan kontribusi wajib bagi setiap warga negara untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. PPh memiliki berbagai jenis, yang dikelompokkan berdasarkan objek dan subjek pajaknya.

Contoh soal PPh memang bisa bikin kepala pusing, apalagi kalau kita belum paham dasar-dasarnya. Nah, buat ngerti konsep PPh, kadang kita butuh belajar konsep dasar matematika dulu, kayak fungsi. Misalnya, kalau kamu mau belajar tentang penghasilan kena pajak, kamu bisa belajar fungsi linear di contoh soal fungsi kelas 8 untuk ngerti gimana menghitung pajak yang dikenakan.

Jadi, belajar fungsi ternyata penting juga buat ngerti soal PPh, lho!

Jenis-Jenis PPh

PPh di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

  • PPh Pasal 21: Dikenakan atas penghasilan karyawan, pekerja lepas, dan penerima penghasilan lainnya yang bersifat tetap.
  • PPh Pasal 22: Dikenakan atas penghasilan dari pembayaran atas barang dan jasa, seperti pembelian tiket pesawat, pembelian listrik, dan pembayaran premi asuransi.
  • PPh Pasal 23: Dikenakan atas penghasilan dari pembayaran atas jasa, seperti jasa konsultan, jasa pengacara, dan jasa konstruksi.
  • PPh Pasal 25: Dikenakan atas penghasilan badan yang bersifat tetap.
  • PPh Pasal 26: Dikenakan atas penghasilan dari pembayaran atas bunga, royalti, dan jasa lainnya.
  • PPh Pasal 29: Dikenakan atas penghasilan dari usaha yang bersifat tidak tetap.
  • PPh Pasal 4(2): Dikenakan atas penghasilan yang diterima di luar negeri.

Perbedaan PPh Orang Pribadi dan PPh Badan, Contoh soal pph

Perbedaan utama antara PPh orang pribadi dan PPh badan terletak pada subjek pajaknya. PPh orang pribadi dikenakan kepada individu atau perseorangan, sedangkan PPh badan dikenakan kepada badan usaha atau organisasi.

Contohnya, seorang karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan akan dikenakan PPh Pasal 21 sebagai PPh orang pribadi. Sementara itu, perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja akan dikenakan PPh Pasal 25 sebagai PPh badan atas keuntungan yang diperolehnya.

Perbandingan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 22

Ciri-ciri PPh Pasal 21 PPh Pasal 22
Subjek Pajak Karyawan, pekerja lepas, dan penerima penghasilan lainnya yang bersifat tetap Wajib Pajak yang melakukan pembayaran atas barang dan jasa
Objek Pajak Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan lainnya yang bersifat tetap Pembayaran atas barang dan jasa
Tarif Pajak Bergantung pada penghasilan bruto dan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Bergantung pada jenis barang dan jasa yang dibeli
Cara Pemotongan Dipotong oleh pemberi kerja atau pemberi jasa Dipotong oleh penjual atau penyedia jasa

Objek Pajak PPh

Objek pajak PPh adalah segala sesuatu yang dikenakan pajak penghasilan. Objek pajak ini dapat berupa penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) dalam bentuk uang atau nilai lainnya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Pengertian Objek Pajak PPh

Objek pajak PPh dibedakan menjadi beberapa jenis, dan setiap jenisnya memiliki ciri khas dan aturan perpajakan yang berbeda.

Jenis Objek Pajak PPh

  • Penghasilan dari pekerjaan: Penghasilan yang diperoleh seseorang sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan, baik sebagai karyawan, direktur, komisaris, atau pekerja lepas. Contoh: Gaji pokok, tunjangan, bonus, dan komisi.
  • Penghasilan dari usaha: Penghasilan yang diperoleh seseorang dari menjalankan usaha, baik yang berbentuk badan usaha atau perorangan. Contoh: Keuntungan dari penjualan barang atau jasa, sewa, dan royalty.
  • Penghasilan dari bunga: Penghasilan yang diperoleh seseorang dari pemberian pinjaman atau investasi dalam bentuk deposito atau obligasi. Contoh: Bunga deposito, bunga pinjaman, dan bunga obligasi.
  • Penghasilan dari dividen: Penghasilan yang diperoleh seseorang sebagai pemegang saham dari keuntungan perusahaan. Contoh: Dividen dari saham yang dipegang.
  • Penghasilan dari sewa: Penghasilan yang diperoleh seseorang dari penyewaan harta benda miliknya. Contoh: Sewa rumah, tanah, dan kendaraan.
  • Penghasilan dari royalti: Penghasilan yang diperoleh seseorang dari penggunaan hak cipta atau hak kekayaan intelektual miliknya. Contoh: Royalti atas penggunaan hak cipta lagu, buku, dan paten.
  • Penghasilan dari hadiah: Penghasilan yang diperoleh seseorang dari hadiah, baik dalam bentuk uang atau barang. Contoh: Hadiah dari undian, hadiah dari kontes, dan hadiah dari sponsor.
  • Penghasilan dari warisan: Penghasilan yang diperoleh seseorang dari harta warisan yang diterimanya. Contoh: Warisan tanah, rumah, dan uang.

Contoh Kasus Objek Pajak PPh

Berikut adalah contoh kasus objek pajak PPh dalam kehidupan sehari-hari:

Jenis Objek Pajak PPh Contoh Kasus
Penghasilan dari pekerjaan Pak Budi bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan dengan gaji pokok Rp 5.000.000 per bulan.
Penghasilan dari usaha Bu Ani menjalankan usaha warung makan dengan keuntungan rata-rata Rp 2.000.000 per bulan.
Penghasilan dari bunga Pak Candra menabung di bank dengan deposito berjangka sebesar Rp 100.000.000 dan mendapatkan bunga sebesar Rp 5.000.000 per tahun.
Penghasilan dari dividen Bu Dini memiliki saham di perusahaan PT XYZ dan mendapatkan dividen sebesar Rp 1.000.000 per tahun.
Penghasilan dari sewa Pak Eka menyewakan rumahnya kepada Pak Fajar dengan harga sewa Rp 3.000.000 per bulan.
Penghasilan dari royalti Bu Galih mendapatkan royalti atas penggunaan lagu ciptaannya sebesar Rp 10.000.000 per tahun.
Penghasilan dari hadiah Pak Haris memenangkan undian dengan hadiah uang tunai sebesar Rp 100.000.000.
Penghasilan dari warisan Bu Ika mewarisi tanah dan rumah dari almarhum ayahnya.

Objek Pajak PPh yang Sering Dijumpai

Beberapa objek pajak PPh yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

  • Gaji: Penghasilan yang diterima karyawan dari perusahaan tempat mereka bekerja.
  • Keuntungan usaha: Keuntungan yang diperoleh dari menjalankan usaha, baik perorangan maupun badan.
  • Bunga deposito: Bunga yang diperoleh dari menabung di bank.
  • Sewa: Penghasilan yang diperoleh dari menyewakan properti, seperti rumah atau tanah.
Read more:  Cara Menghitung PPh 21 Pegawai Tidak Tetap: Panduan Lengkap

Tarif PPh

Tarif PPh adalah besaran pajak yang dikenakan atas penghasilan seseorang atau badan. Tarif PPh ini dibedakan berdasarkan jenis penghasilannya.

Tarif PPh Berdasarkan Jenisnya

Berikut adalah beberapa jenis tarif PPh:

  • PPh Pasal 21: Dikenakan atas penghasilan karyawan, pegawai, atau pekerja lainnya. Tarifnya progresif, yaitu semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi tarif pajaknya.
  • PPh Pasal 22: Dikenakan atas penghasilan dari usaha, seperti penjualan barang atau jasa. Tarifnya umumnya tetap, yaitu 1% dari nilai bruto penghasilan.
  • PPh Pasal 23: Dikenakan atas penghasilan yang diterima dari pihak ketiga, seperti bunga, dividen, dan royalti. Tarifnya umumnya tetap, tetapi berbeda-beda tergantung jenis penghasilannya.
  • PPh Pasal 25: Dikenakan atas penghasilan badan atau perusahaan. Tarifnya progresif, yaitu semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi tarif pajaknya.
  • PPh Pasal 26: Dikenakan atas penghasilan dari usaha yang dilakukan di luar negeri. Tarifnya umumnya tetap, tetapi berbeda-beda tergantung jenis usaha dan negara tempat usaha dilakukan.
  • PPh Pasal 29: Dikenakan atas penghasilan dari usaha pertambangan, perhutanan, dan perkebunan. Tarifnya umumnya tetap, tetapi berbeda-beda tergantung jenis usaha dan komoditas yang dihasilkan.

Tarif PPh untuk Berbagai Penghasilan

Berikut adalah tabel yang menunjukkan tarif PPh untuk berbagai penghasilan:

Penghasilan (Rp) Tarif PPh (%)
0 – 5.000.000 5
5.000.001 – 10.000.000 10
10.000.001 – 20.000.000 15
> 20.000.000 20

Tabel di atas menunjukkan tarif PPh untuk penghasilan karyawan, pegawai, atau pekerja lainnya. Tarifnya progresif, yaitu semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi tarif pajaknya.

Cara Menghitung PPh Berdasarkan Tarif Progresif

Cara menghitung PPh berdasarkan tarif progresif adalah dengan menggunakan rumus berikut:

PPh = (Penghasilan x Tarif PPh) – Potongan PPh

Sebagai contoh, jika seseorang memiliki penghasilan sebesar Rp15.000.000, maka PPh yang harus dibayar adalah:

PPh = (15.000.000 x 15%) – Potongan PPh

Potongan PPh adalah jumlah PPh yang telah dipotong dari penghasilan. Potongan PPh ini dapat berupa PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja atau PPh Pasal 22 yang dipotong oleh pihak ketiga.

Cara Menghitung PPh Berdasarkan Tarif Tetap

Cara menghitung PPh berdasarkan tarif tetap adalah dengan menggunakan rumus berikut:

PPh = Penghasilan x Tarif PPh

Sebagai contoh, jika seseorang memiliki penghasilan dari penjualan barang sebesar Rp100.000.000 dan tarif PPh Pasal 22 adalah 1%, maka PPh yang harus dibayar adalah:

PPh = 100.000.000 x 1%

PPh yang harus dibayar adalah Rp1.000.000.

Penghitungan PPh

Contoh soal pph

Setelah memahami jenis-jenis pajak penghasilan, selanjutnya kita akan membahas cara menghitung PPh. Penghitungan PPh ini penting untuk mengetahui berapa besar pajak yang harus dibayarkan, sehingga kita bisa mengatur keuangan dengan lebih baik.

Cara Menghitung PPh

Cara menghitung PPh bergantung pada jenis penghasilan dan status wajib pajak. Untuk memahami lebih lanjut, mari kita bahas contoh soal berikut.

Contoh Soal dan Pembahasan PPh

Berikut adalah contoh soal dan pembahasannya:

  • Soal 1: Pak Budi seorang karyawan dengan penghasilan bruto Rp 10.000.000 per bulan. Pak Budi memiliki potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.000.000 per bulan. Berapakah PPh yang harus dibayarkan Pak Budi?
  • Pembahasan:
    • Penghasilan neto Pak Budi = Penghasilan bruto – Potongan PPh Pasal 21 = Rp 10.000.000 – Rp 1.000.000 = Rp 9.000.000
    • PPh yang harus dibayarkan Pak Budi = Penghasilan neto x Tarif PPh = Rp 9.000.000 x 5% = Rp 450.000
  • Soal 2: Bu Dewi seorang wiraswasta dengan penghasilan bruto Rp 20.000.000 per bulan. Bu Dewi memiliki biaya usaha Rp 5.000.000 per bulan. Berapakah PPh yang harus dibayarkan Bu Dewi?
  • Pembahasan:
    • Penghasilan neto Bu Dewi = Penghasilan bruto – Biaya usaha = Rp 20.000.000 – Rp 5.000.000 = Rp 15.000.000
    • PPh yang harus dibayarkan Bu Dewi = Penghasilan neto x Tarif PPh = Rp 15.000.000 x 10% = Rp 1.500.000

Kasus Perhitungan PPh Karyawan dan Wiraswasta

Perhitungan PPh untuk karyawan dan wiraswasta memiliki beberapa perbedaan. Untuk karyawan, PPh dipotong langsung dari gaji oleh pemberi kerja, sedangkan untuk wiraswasta, PPh dihitung dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak.

  • Karyawan:
    • PPh dipotong langsung dari gaji oleh pemberi kerja.
    • Pemberi kerja wajib melaporkan dan membayar PPh yang dipotong ke negara.
    • Karyawan dapat melihat potongan PPh di slip gaji.
  • Wiraswasta:
    • Wajib pajak harus menghitung dan membayar PPh sendiri.
    • Wajib pajak dapat memilih metode perhitungan PPh, yaitu PPh final atau PPh Badan.
    • Wajib pajak wajib melaporkan PPh yang dibayarkan ke negara melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Kewajiban Wajib Pajak

Sebagai warga negara yang baik, kita semua memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lainnya. Nah, dalam konteks perpajakan, wajib pajak memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi, terutama dalam kaitannya dengan Pajak Penghasilan (PPh).

Kewajiban Wajib Pajak dalam PPh

Wajib pajak dalam PPh memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi, antara lain:

  • Melakukan Registrasi NPWP: NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah identitas wajib pajak yang wajib dimiliki oleh setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menghasilkan penghasilan. Registrasi NPWP dilakukan secara online melalui website Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
  • Melakukan Pemotongan dan Pemungutan PPh: Jika Anda merupakan pemotong atau pemungut PPh, Anda wajib memotong atau memungut PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemotongan dan pemungutan PPh dilakukan pada saat pembayaran gaji, honorarium, jasa, dan lainnya.
  • Melaporkan PPh: Wajib pajak wajib melaporkan PPh yang telah dipotong atau dipungut, serta PPh yang terutang atas penghasilan yang diperoleh. Laporan PPh dilakukan secara online melalui website DJP atau melalui e-filing.
  • Membayar PPh: Wajib pajak wajib membayar PPh yang terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Pembayaran PPh dapat dilakukan melalui bank yang ditunjuk oleh DJP atau melalui sistem pembayaran online.
  • Menyimpan Bukti Potong PPh: Wajib pajak wajib menyimpan bukti potong PPh sebagai bukti bahwa PPh telah dipotong. Bukti potong PPh ini akan digunakan untuk keperluan pelaporan PPh dan untuk mendapatkan pengembalian PPh.

Contoh Pelanggaran Kewajiban Wajib Pajak dan Sanksi

Pelanggaran terhadap kewajiban wajib pajak dalam PPh dapat berakibat sanksi. Berikut adalah beberapa contoh pelanggaran dan sanksi yang dapat dijatuhkan:

  • Tidak Melakukan Registrasi NPWP: Sanksi yang dapat dijatuhkan berupa denda sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
  • Tidak Melakukan Pemotongan dan Pemungutan PPh: Sanksi yang dapat dijatuhkan berupa denda sebesar 2% dari jumlah PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut.
  • Tidak Melaporkan PPh: Sanksi yang dapat dijatuhkan berupa denda sebesar 100% dari jumlah PPh yang terutang.
  • Terlambat Membayar PPh: Sanksi yang dapat dijatuhkan berupa denda sebesar 2% dari jumlah PPh yang terutang per bulan atau bagian bulan.

Tips Meminimalisir Kesalahan dalam Pelaporan PPh

Untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaporan PPh, berikut beberapa tips yang dapat Anda ikuti:

  • Pahami Ketentuan PPh: Sebelum melakukan pelaporan PPh, pastikan Anda memahami ketentuan PPh yang berlaku, seperti jenis PPh, tarif PPh, dan cara menghitung PPh.
  • Lengkapi Data dengan Benar: Pastikan semua data yang Anda masukkan dalam laporan PPh akurat dan lengkap. Periksa kembali data sebelum Anda mengirimkan laporan PPh.
  • Manfaatkan Layanan DJP: DJP menyediakan berbagai layanan yang dapat membantu Anda dalam pelaporan PPh, seperti e-filing, e-billing, dan call center. Manfaatkan layanan tersebut untuk mendapatkan informasi dan bantuan yang Anda butuhkan.
  • Konsultasikan dengan Profesional: Jika Anda merasa kesulitan dalam memahami ketentuan PPh atau dalam melakukan pelaporan PPh, konsultasikan dengan konsultan pajak atau akuntan yang berpengalaman.

Jenis-Jenis PPh

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) dalam bentuk apapun. Jenis-jenis PPh dibedakan berdasarkan objek pajaknya, yaitu sumber penghasilan yang dikenakan pajak.

Read more:  Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Jasa Produksi

PPh Berdasarkan Objek Pajaknya

Berdasarkan objek pajaknya, PPh dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • PPh Pasal 4 Ayat (1) : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, usaha, dan kegiatan lain yang bersifat rutin atau tetap. PPh Pasal 4 Ayat (1) dibayarkan secara langsung oleh WP kepada negara melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan. PPh Pasal 4 Ayat (1) biasanya bersifat final, artinya pajak yang dibayarkan sudah final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 4 Ayat (2) : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari penjualan harta yang diperoleh dari usaha atau kegiatan usaha, seperti penjualan tanah, bangunan, atau kendaraan bermotor. PPh Pasal 4 Ayat (2) dibayarkan secara langsung oleh WP kepada negara melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan. PPh Pasal 4 Ayat (2) biasanya bersifat final, artinya pajak yang dibayarkan sudah final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 21 : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan lain yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap. PPh Pasal 21 dibayarkan oleh pemotong pajak (bendahara perusahaan atau instansi) kepada negara melalui mekanisme pemotongan. PPh Pasal 21 biasanya bersifat final, artinya pajak yang dibayarkan sudah final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 22 : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari impor barang, penjualan barang tertentu, dan kegiatan lain yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap. PPh Pasal 22 dibayarkan oleh pemotong pajak (importir atau penjual barang) kepada negara melalui mekanisme pemotongan. PPh Pasal 22 biasanya bersifat final, artinya pajak yang dibayarkan sudah final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 23 : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari jasa, usaha, dan kegiatan lain yang bersifat rutin atau tetap. PPh Pasal 23 dibayarkan oleh pemotong pajak (perusahaan atau instansi) kepada negara melalui mekanisme pemotongan. PPh Pasal 23 biasanya bersifat final, artinya pajak yang dibayarkan sudah final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 25 : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha yang bersifat rutin atau tetap. PPh Pasal 25 dibayarkan oleh WP kepada negara melalui mekanisme pembayaran sendiri (disetor sendiri). PPh Pasal 25 bersifat tidak final, artinya pajak yang dibayarkan dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 26 : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari jasa, usaha, dan kegiatan lain yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap. PPh Pasal 26 dibayarkan oleh pemotong pajak (perusahaan atau instansi) kepada negara melalui mekanisme pemotongan. PPh Pasal 26 biasanya bersifat final, artinya pajak yang dibayarkan sudah final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 29 : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap. PPh Pasal 29 dibayarkan oleh WP kepada negara melalui mekanisme pembayaran sendiri (disetor sendiri). PPh Pasal 29 bersifat tidak final, artinya pajak yang dibayarkan dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.
  • PPh Pasal 4 Ayat (3) : PPh yang dikenakan atas penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap. PPh Pasal 4 Ayat (3) dibayarkan oleh WP kepada negara melalui mekanisme pembayaran sendiri (disetor sendiri). PPh Pasal 4 Ayat (3) bersifat tidak final, artinya pajak yang dibayarkan dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain.

Karakteristik PPh

Berikut adalah tabel yang menunjukkan jenis PPh dan karakteristiknya:

Jenis PPh Objek Pajak Sifat Pajak Mekanisme Pembayaran
PPh Pasal 4 Ayat (1) Penghasilan dari pekerjaan, jasa, usaha, dan kegiatan lain yang bersifat rutin atau tetap Final Pemotongan atau pemungutan
PPh Pasal 4 Ayat (2) Penghasilan dari penjualan harta yang diperoleh dari usaha atau kegiatan usaha Final Pemotongan atau pemungutan
PPh Pasal 21 Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan lain yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap Final Pemotongan
PPh Pasal 22 Penghasilan dari impor barang, penjualan barang tertentu, dan kegiatan lain yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap Final Pemotongan
PPh Pasal 23 Penghasilan dari jasa, usaha, dan kegiatan lain yang bersifat rutin atau tetap Final Pemotongan
PPh Pasal 25 Penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha yang bersifat rutin atau tetap Tidak final Pembayaran sendiri
PPh Pasal 26 Penghasilan dari jasa, usaha, dan kegiatan lain yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap Final Pemotongan
PPh Pasal 29 Penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap Tidak final Pembayaran sendiri
PPh Pasal 4 Ayat (3) Penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha yang bersifat tidak rutin atau tidak tetap Tidak final Pembayaran sendiri

Perbedaan PPh Final dan PPh yang Dipotong di Sumber

PPh final dan PPh yang dipotong di sumber memiliki perbedaan dalam hal sifat pajak dan mekanisme pembayaran. PPh final merupakan pajak yang dibayarkan secara final dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain. PPh final biasanya dibayarkan oleh pemotong pajak (bendahara perusahaan atau instansi) kepada negara melalui mekanisme pemotongan.

PPh yang dipotong di sumber merupakan pajak yang dipotong oleh pemotong pajak (bendahara perusahaan atau instansi) dari penghasilan WP dan dibayarkan kepada negara. PPh yang dipotong di sumber bersifat tidak final, artinya pajak yang dibayarkan dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain. PPh yang dipotong di sumber biasanya dibayarkan oleh WP kepada negara melalui mekanisme pembayaran sendiri (disetor sendiri).

PPh Orang Pribadi: Contoh Soal Pph

Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau orang asing yang berdomisili di Indonesia, baik yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri. PPh Orang Pribadi dihitung berdasarkan penghasilan dan profesi yang dimiliki oleh wajib pajak.

Jenis-jenis PPh Orang Pribadi

PPh Orang Pribadi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • PPh Pasal 21: Dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan bentuk penghasilan lainnya yang diterima dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan lainnya. PPh Pasal 21 dipotong oleh pemberi kerja atau pemberi penghasilan.
  • PPh Pasal 22: Dikenakan atas penghasilan berupa bunga, dividen, dan royalty. PPh Pasal 22 dipotong oleh pemberi penghasilan.
  • PPh Pasal 23: Dikenakan atas penghasilan berupa jasa, sewa, dan royalty. PPh Pasal 23 dipotong oleh pemberi penghasilan.
  • PPh Pasal 24: Dikenakan atas penghasilan berupa bunga atas simpanan di bank atau lembaga keuangan lainnya. PPh Pasal 24 dipotong oleh bank atau lembaga keuangan lainnya.
  • PPh Pasal 25: Dikenakan atas penghasilan berupa usaha atau pekerjaan bebas. PPh Pasal 25 dibayar secara berkala oleh wajib pajak melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
  • PPh Pasal 26: Dikenakan atas penghasilan berupa bunga atas deposito, tabungan, atau bentuk simpanan lainnya. PPh Pasal 26 dipotong oleh bank atau lembaga keuangan lainnya.
  • PPh Pasal 29: Dikenakan atas penghasilan berupa hadiah atau penghargaan. PPh Pasal 29 dipotong oleh pemberi hadiah atau penghargaan.

Cara Menghitung PPh Orang Pribadi

Cara menghitung PPh Orang Pribadi tergantung pada jenis penghasilan dan profesi yang dimiliki oleh wajib pajak. Berikut adalah contoh perhitungan PPh Orang Pribadi:

Contoh Perhitungan PPh Orang Pribadi

Misalnya, seorang karyawan berpenghasilan Rp10.000.000 per bulan. Ia dikenakan PPh Pasal 21 sebesar 5% dari penghasilannya, yaitu:

Rp10.000.000 x 5% = Rp500.000

PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan oleh karyawan tersebut adalah Rp500.000 per bulan. PPh Pasal 21 ini dipotong oleh pemberi kerja dan disetorkan ke kas negara.

Read more:  Contoh Soal PPh 22: Uji Kemampuan Anda Memahami Pajak Penghasilan

PPh Badan

PPh Badan merupakan pajak yang dikenakan kepada badan atau perusahaan atas penghasilan yang diperolehnya dalam suatu periode pajak. PPh Badan ini dihitung berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. PPh Badan memiliki beberapa jenis berdasarkan jenis badan dan kegiatannya, dan cara perhitungannya juga beragam.

Jenis PPh Badan Berdasarkan Jenis Badan dan Kegiatannya

PPh Badan dibedakan berdasarkan jenis badan dan kegiatannya. Berikut adalah beberapa jenis PPh Badan yang umum dijumpai:

  • PPh Badan untuk Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero): PPh Badan untuk perusahaan milik negara ini dikenakan atas laba yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka. PPh Badan untuk Perum dan Persero biasanya dihitung berdasarkan tarif pajak yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
  • PPh Badan untuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS): PPh Badan untuk perusahaan milik swasta ini dikenakan atas laba yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka. Tarif pajak yang dikenakan umumnya sama dengan tarif pajak untuk perusahaan milik negara, tetapi bisa berbeda tergantung jenis usaha dan skala bisnis.
  • PPh Badan untuk Koperasi: PPh Badan untuk koperasi dikenakan atas laba yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka. Tarif pajak yang dikenakan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan milik negara atau swasta, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap pengembangan koperasi.
  • PPh Badan untuk Yayasan: PPh Badan untuk yayasan dikenakan atas laba yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka. Tarif pajak yang dikenakan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan milik negara atau swasta, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kegiatan sosial dan kemanusiaan.
  • PPh Badan untuk Organisasi Kemasyarakatan (Ormas): PPh Badan untuk ormas dikenakan atas laba yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka. Tarif pajak yang dikenakan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan milik negara atau swasta, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kegiatan sosial dan kemasyarakatan.

Contoh Kasus Perhitungan PPh Badan

Berikut ini beberapa contoh kasus perhitungan PPh Badan untuk berbagai jenis badan:

  • Contoh Kasus 1: PPh Badan untuk Perusahaan Umum (Perum)
  • Perum ABC merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang telekomunikasi. Pada tahun 2023, Perum ABC memperoleh laba bersih sebesar Rp 10 miliar. Berdasarkan peraturan pemerintah, tarif pajak untuk Perum ABC adalah 25%. Maka, PPh Badan yang harus dibayarkan oleh Perum ABC adalah:

    PPh Badan = Laba Bersih x Tarif Pajak = Rp 10 miliar x 25% = Rp 2,5 miliar

  • Contoh Kasus 2: PPh Badan untuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
  • PT XYZ merupakan perusahaan milik swasta yang bergerak di bidang manufaktur. Pada tahun 2023, PT XYZ memperoleh laba bersih sebesar Rp 5 miliar. Tarif pajak untuk PT XYZ adalah 25%. Maka, PPh Badan yang harus dibayarkan oleh PT XYZ adalah:

    PPh Badan = Laba Bersih x Tarif Pajak = Rp 5 miliar x 25% = Rp 1,25 miliar

  • Contoh Kasus 3: PPh Badan untuk Koperasi
  • Koperasi ABC merupakan koperasi yang bergerak di bidang perdagangan. Pada tahun 2023, Koperasi ABC memperoleh laba bersih sebesar Rp 1 miliar. Tarif pajak untuk Koperasi ABC adalah 15%. Maka, PPh Badan yang harus dibayarkan oleh Koperasi ABC adalah:

    PPh Badan = Laba Bersih x Tarif Pajak = Rp 1 miliar x 15% = Rp 150 juta

Cara Menghitung PPh Badan untuk Perusahaan yang Memiliki Laba dan Rugi

Perhitungan PPh Badan untuk perusahaan yang memiliki laba dan rugi berbeda dengan perhitungan untuk perusahaan yang hanya memiliki laba. Dalam hal ini, perusahaan yang memiliki laba dan rugi perlu menghitung PPh Badan berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan PPh Badan untuk perusahaan yang memiliki laba dan rugi:

  1. Menghitung Laba Kena Pajak (LKP)
  2. LKP dihitung dengan cara mengurangi total pendapatan dengan total biaya, termasuk biaya yang dikurangkan dalam perhitungan pajak.

  3. Menghitung PPh Badan
  4. PPh Badan dihitung dengan cara mengalikan LKP dengan tarif pajak yang berlaku. Tarif pajak yang berlaku tergantung pada jenis badan dan kegiatannya.

Sebagai contoh, PT XYZ memiliki laba bersih sebesar Rp 5 miliar pada tahun 2023. Namun, pada tahun 2022, PT XYZ mengalami kerugian sebesar Rp 2 miliar. Maka, perhitungan PPh Badan untuk PT XYZ pada tahun 2023 adalah:

  • LKP Tahun 2023: Rp 5 miliar (laba tahun 2023) – Rp 2 miliar (rugi tahun 2022) = Rp 3 miliar
  • PPh Badan Tahun 2023: Rp 3 miliar (LKP) x 25% (tarif pajak) = Rp 750 juta

Penting untuk dicatat bahwa perhitungan PPh Badan ini hanya contoh sederhana. Dalam praktiknya, perhitungan PPh Badan bisa lebih kompleks dan melibatkan berbagai faktor, seperti jenis badan, kegiatan usaha, dan aturan perpajakan yang berlaku.

PPh Impor dan Ekspor

PPh Impor dan Ekspor adalah pajak yang dikenakan atas barang impor dan ekspor. Pajak ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang penting dan berperan dalam mengatur perdagangan internasional.

Mekanisme Perhitungan PPh Impor dan Ekspor

PPh Impor dan Ekspor dihitung berdasarkan nilai barang yang diimpor atau diekspor. Nilai barang ini disebut sebagai Nilai Pabean yang merupakan dasar pengenaan pajak. Nilai Pabean ini terdiri dari harga barang, biaya angkut, dan asuransi.

PPh Impor dan Ekspor dihitung dengan rumus:

PPh Impor/Ekspor = Nilai Pabean x Tarif PPh Impor/Ekspor

Tarif PPh Impor dan Ekspor diatur dalam peraturan perundang-undangan dan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis barang yang diimpor atau diekspor.

Contoh Kasus Perhitungan PPh Impor dan Ekspor

Berikut adalah contoh kasus perhitungan PPh Impor dan Ekspor:

Contoh Kasus PPh Impor:

Misalkan sebuah perusahaan mengimpor 100 unit barang elektronik dengan harga $100 per unit. Biaya angkut dan asuransi adalah $500. Tarif PPh Impor untuk barang elektronik adalah 10%.

* Nilai Pabean = (100 x $100) + $500 = $10.500
* PPh Impor = $10.500 x 10% = $1.050

Contoh Kasus PPh Ekspor:

Misalkan sebuah perusahaan mengekspor 1.000 kg kopi dengan harga $2 per kg. Biaya angkut dan asuransi adalah $100. Tarif PPh Ekspor untuk kopi adalah 5%.

* Nilai Pabean = (1.000 x $2) + $100 = $2.100
* PPh Ekspor = $2.100 x 5% = $105

Tarif PPh Impor dan Ekspor

Berikut adalah tabel yang menunjukkan tarif PPh untuk impor dan ekspor:

Jenis Barang Tarif PPh Impor (%) Tarif PPh Ekspor (%)
Barang elektronik 10 0
Kopi 5 5
Tekstil 7.5 0
Kayu 15 0

Catatan: Tarif PPh Impor dan Ekspor dapat berubah sewaktu-waktu berdasarkan kebijakan pemerintah.

PPh Lainnya

Selain PPh yang sudah dibahas sebelumnya, seperti PPh Pasal 21, 22, dan 23, terdapat beberapa jenis PPh lainnya yang perlu dipahami. PPh lainnya ini meliputi PPh atas hadiah dan warisan, yang memiliki aturan dan perhitungan tersendiri.

PPh Atas Hadiah

PPh atas hadiah merupakan pajak yang dikenakan atas hadiah yang diterima oleh wajib pajak. Hadiah ini dapat berupa uang, barang, atau jasa yang diterima dari berbagai sumber, seperti:

  • Hadiah dari perusahaan sebagai penghargaan atas prestasi kerja
  • Hadiah dari keluarga atau teman
  • Hadiah dari undian atau kuis
  • Hadiah dari sponsor atau pihak ketiga

PPh atas hadiah dikenakan berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Cara Menghitung PPh Atas Hadiah

PPh atas hadiah dihitung berdasarkan tarif progresif yang berlaku untuk penghasilan lainnya. Berikut adalah cara menghitung PPh atas hadiah:

  1. Tentukan nilai hadiah yang diterima.
  2. Tentukan tarif PPh yang berlaku berdasarkan nilai hadiah.
  3. Hitung PPh atas hadiah dengan mengalikan nilai hadiah dengan tarif PPh yang berlaku.

Sebagai contoh, jika Anda menerima hadiah berupa uang tunai sebesar Rp10.000.000, maka PPh atas hadiah yang harus Anda bayarkan adalah:

Rp10.000.000 x 10% = Rp1.000.000

Jadi, PPh atas hadiah yang harus Anda bayarkan adalah Rp1.000.000.

PPh Atas Warisan

PPh atas warisan merupakan pajak yang dikenakan atas harta warisan yang diterima oleh ahli waris. Harta warisan ini dapat berupa uang, tanah, bangunan, atau aset lainnya yang diwariskan oleh pewaris.

PPh atas warisan dikenakan berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Cara Menghitung PPh Atas Warisan

PPh atas warisan dihitung berdasarkan tarif progresif yang berlaku untuk penghasilan lainnya. Berikut adalah cara menghitung PPh atas warisan:

  1. Tentukan nilai harta warisan yang diterima.
  2. Tentukan tarif PPh yang berlaku berdasarkan nilai harta warisan.
  3. Hitung PPh atas warisan dengan mengalikan nilai harta warisan dengan tarif PPh yang berlaku.

Sebagai contoh, jika Anda menerima warisan berupa tanah dan bangunan senilai Rp500.000.000, maka PPh atas warisan yang harus Anda bayarkan adalah:

Rp500.000.000 x 10% = Rp50.000.000

Jadi, PPh atas warisan yang harus Anda bayarkan adalah Rp50.000.000.

Kesimpulan

Dengan memahami contoh soal PPh, kamu akan lebih siap dalam menghadapi kewajiban perpajakanmu. Ingat, memahami PPh bukan hanya tentang kewajiban, tapi juga tentang kontribusimu dalam membangun negara. Jadi, teruslah belajar dan jangan ragu untuk mencari informasi lebih lanjut jika kamu memiliki pertanyaan.

Also Read

Bagikan: