Contoh soal pph pasal 26 dan jawabannya – Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana cara menghitung PPh Pasal 26? Atau mungkin Anda ingin memahami lebih dalam tentang objek pajak, dasar pengenaan, dan kewajiban wajib pajak terkait PPh Pasal 26? Artikel ini akan memberikan panduan lengkap mengenai PPh Pasal 26, mulai dari pengertian, tarif, hingga contoh soal dan jawaban yang mudah dipahami.
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan dalam bentuk bunga, deviden, royalti, dan penghasilan lainnya yang bersifat final. Dengan memahami konsep dasar PPh Pasal 26, Anda dapat lebih siap dalam menjalankan kewajiban perpajakan dan meminimalkan risiko pelanggaran.
Pengertian PPh Pasal 26: Contoh Soal Pph Pasal 26 Dan Jawabannya
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk Indonesia atas penghasilan dari sumber di Indonesia. Pajak ini diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan yang diperoleh WP bukan penduduk, seperti bunga, dividen, royalti, jasa, dan penghasilan lainnya yang berasal dari sumber di Indonesia.
Contoh Transaksi yang Dikenakan PPh Pasal 26
Berikut ini beberapa contoh transaksi yang dikenakan PPh Pasal 26:
- Seorang warga negara asing (WNA) menerima bunga deposito dari bank di Indonesia.
- Perusahaan asing menerima dividen dari perusahaan di Indonesia.
- Perusahaan asing memperoleh royalti atas penggunaan hak paten di Indonesia.
- Perusahaan asing memberikan jasa konsultasi kepada perusahaan di Indonesia.
Perbedaan PPh Pasal 26 dengan PPh Pasal 22
PPh Pasal 26 dan PPh Pasal 22 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima WP bukan penduduk. Namun, terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya:
Aspek | PPh Pasal 26 | PPh Pasal 22 |
---|---|---|
Objek Pajak | Penghasilan dari sumber di Indonesia | Penghasilan dari sumber di luar negeri yang diterima WP bukan penduduk di Indonesia |
Dasar Pengenaan Pajak | Penghasilan bruto | Penghasilan neto |
Tarif Pajak | Bergantung pada jenis penghasilan dan perjanjian pajak | Bergantung pada jenis penghasilan dan perjanjian pajak |
Pemotongan Pajak | Di potong oleh pembayar penghasilan | Di potong oleh WP bukan penduduk |
Objek Pajak PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk dalam negeri dari sumber penghasilan di Indonesia. Objek pajak PPh Pasal 26 mencakup berbagai jenis penghasilan yang diterima oleh WP bukan penduduk dari sumber di Indonesia. Penjelasan lebih lanjut mengenai objek pajak PPh Pasal 26 akan dibahas dalam poin-poin berikut.
Daftar Objek Pajak PPh Pasal 26
Objek pajak PPh Pasal 26 meliputi berbagai jenis penghasilan yang diterima oleh WP bukan penduduk dari sumber di Indonesia. Berikut adalah daftar objek pajak PPh Pasal 26 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021:
- Penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan di Indonesia
- Penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan atau pegawai di Indonesia
- Penghasilan dari penyertaan modal pada perusahaan di Indonesia
- Penghasilan dari sewa atau penghasilan lain yang sehubungan dengan harta yang terletak atau berlokasi di Indonesia
- Penghasilan dari penjualan barang atau jasa yang dilakukan di Indonesia
- Penghasilan dari kegiatan lain yang dilakukan di Indonesia
Contoh Objek Pajak PPh Pasal 26
Berikut beberapa contoh objek pajak PPh Pasal 26:
- Seorang warga negara asing (WNA) yang bekerja sebagai konsultan di Indonesia menerima honorarium dari perusahaan Indonesia.
- Sebuah perusahaan asing yang memiliki saham di perusahaan Indonesia menerima dividen dari perusahaan Indonesia.
- Seorang WNA yang menyewakan apartemen di Jakarta kepada WNA lainnya menerima penghasilan sewa.
- Sebuah perusahaan asing menjual produknya di Indonesia melalui distributor lokal.
Karakteristik Objek Pajak PPh Pasal 26
Objek pajak PPh Pasal 26 memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
- Diterima oleh WP bukan penduduk: Objek pajak PPh Pasal 26 hanya berlaku untuk WP bukan penduduk, yaitu WP yang tidak berdomisili di Indonesia.
- Sumber penghasilan di Indonesia: Objek pajak PPh Pasal 26 hanya meliputi penghasilan yang diterima dari sumber di Indonesia, seperti penghasilan dari pekerjaan, usaha, atau investasi di Indonesia.
- Tidak termasuk dalam objek pajak PPh Pasal 25: Objek pajak PPh Pasal 26 tidak termasuk dalam objek pajak PPh Pasal 25, yang merupakan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan di Indonesia.
Tarif PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari luar negeri. Pajak ini dipotong oleh pembayar di luar negeri sebelum dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri. Tarif PPh Pasal 26 ditentukan berdasarkan jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai tarif PPh Pasal 26.
Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh Pasal 26 yang berlaku saat ini bervariasi tergantung pada jenis objek pajaknya. Berikut adalah tabel yang berisi daftar tarif PPh Pasal 26 berdasarkan jenis objek pajak:
Jenis Objek Pajak | Tarif PPh Pasal 26 |
---|---|
Bunga, deviden, dan royalti yang diterima atau diperoleh dari luar negeri | 20% |
Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, seperti honorarium, jasa, dan komisi | 15% |
Penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan di luar negeri | 15% |
Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
Berikut adalah contoh perhitungan PPh Pasal 26 untuk penghasilan bunga yang diterima dari luar negeri:
Misalnya, seorang Wajib Pajak dalam negeri menerima bunga dari bank di Singapura sebesar Rp100.000.000. Berdasarkan tabel tarif PPh Pasal 26, tarif yang berlaku untuk penghasilan bunga adalah 20%. Maka, PPh Pasal 26 yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak adalah:
Rp100.000.000 x 20% = Rp20.000.000
PPh Pasal 26 sebesar Rp20.000.000 ini akan dipotong oleh bank di Singapura sebelum dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri.
Dasar Pengenaan PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) bukan dalam negeri dari sumber penghasilan di Indonesia. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh WP bukan dalam negeri dari sumber penghasilan di Indonesia.
Dasar Pengenaan PPh Pasal 26
Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh WP bukan dalam negeri dari sumber penghasilan di Indonesia. Penghasilan bruto ini dapat berupa:
- Pendapatan dari jasa, seperti jasa konsultasi, jasa konstruksi, jasa engineering, dan jasa lainnya.
- Pendapatan dari penjualan barang, seperti penjualan barang dagangan, penjualan aset tetap, dan penjualan lainnya.
- Pendapatan dari investasi, seperti bunga, dividen, dan royalti.
- Pendapatan dari sumber lainnya, seperti sewa, hadiah, dan penghasilan lainnya.
Contoh Perhitungan Dasar Pengenaan PPh Pasal 26, Contoh soal pph pasal 26 dan jawabannya
Misalnya, seorang WP bukan dalam negeri menerima penghasilan dari jasa konsultasi di Indonesia sebesar Rp100.000.000,-. Maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah Rp100.000.000,-.
Menentukan Dasar Pengenaan PPh Pasal 26 Dalam Berbagai Kasus
Penentuan dasar pengenaan PPh Pasal 26 dapat berbeda-beda tergantung pada jenis penghasilan dan jenis kegiatan yang dilakukan. Berikut beberapa contoh kasus:
Penghasilan dari Jasa
- Jika WP bukan dalam negeri menerima penghasilan dari jasa konsultasi, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah total nilai jasa konsultasi yang diterima.
- Jika WP bukan dalam negeri menerima penghasilan dari jasa konstruksi, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai kontrak konstruksi yang diterima.
Penghasilan dari Penjualan Barang
- Jika WP bukan dalam negeri menjual barang dagangan di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai penjualan barang dagangan tersebut.
- Jika WP bukan dalam negeri menjual aset tetap di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai penjualan aset tetap tersebut.
Penghasilan dari Investasi
- Jika WP bukan dalam negeri menerima bunga dari deposito di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai bunga yang diterima.
- Jika WP bukan dalam negeri menerima dividen dari perusahaan di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai dividen yang diterima.
- Jika WP bukan dalam negeri menerima royalti dari penggunaan hak cipta di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai royalti yang diterima.
Penghasilan dari Sumber Lainnya
- Jika WP bukan dalam negeri menerima sewa dari properti di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai sewa yang diterima.
- Jika WP bukan dalam negeri menerima hadiah dari perusahaan di Indonesia, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah nilai hadiah yang diterima.
Cara Menghitung PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan dalam negeri (WPLN) atas penghasilan dari sumber di Indonesia. Penghasilan ini meliputi jasa, royalti, dan bunga. PPh Pasal 26 dipotong oleh pemberi penghasilan (WP dalam negeri) sebelum dibayarkan kepada WPLN. Untuk menghitung PPh Pasal 26, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan.
Cara Menghitung PPh Pasal 26
Untuk menghitung PPh Pasal 26, berikut langkah-langkahnya:
- Tentukan jenis penghasilan yang diterima oleh WPLN. Jenis penghasilan ini dapat berupa jasa, royalti, atau bunga.
- Tentukan tarif PPh Pasal 26 yang berlaku. Tarif PPh Pasal 26 bervariasi tergantung pada jenis penghasilan dan negara asal WPLN. Untuk informasi lebih lanjut mengenai tarif PPh Pasal 26, Anda dapat mengakses website Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
- Hitung PPh Pasal 26 dengan mengalikan tarif PPh Pasal 26 dengan jumlah penghasilan yang diterima oleh WPLN.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 26 untuk penghasilan jasa:
PT. ABC, sebuah perusahaan di Indonesia, membayar jasa konsultan kepada Mr. X, seorang konsultan dari Singapura, sebesar Rp100.000.000. Tarif PPh Pasal 26 untuk jasa konsultan dari Singapura adalah 20%.
Maka, PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT. ABC adalah:
PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000
Rumus dan Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
Berikut tabel yang berisi rumus dan contoh perhitungan PPh Pasal 26:
Jenis Penghasilan | Rumus | Contoh Perhitungan |
---|---|---|
Jasa | PPh Pasal 26 = Tarif PPh Pasal 26 x Jumlah Penghasilan Jasa | PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000 |
Royalti | PPh Pasal 26 = Tarif PPh Pasal 26 x Jumlah Penghasilan Royalti | PPh Pasal 26 = 15% x Rp50.000.000 = Rp7.500.000 |
Bunga | PPh Pasal 26 = Tarif PPh Pasal 26 x Jumlah Penghasilan Bunga | PPh Pasal 26 = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000 |
Kewajiban Wajib Pajak
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari luar negeri. Kewajiban Wajib Pajak terkait PPh Pasal 26 meliputi berbagai aspek, mulai dari pelaporan hingga pembayaran pajak. Memahami kewajiban ini sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan menghindari sanksi.
Kewajiban Wajib Pajak Terkait PPh Pasal 26
Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari luar negeri, wajib untuk:
- Menghitung dan membayar pajak penghasilan atas penghasilan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Melaporkan penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi atau Badan, sesuai dengan jenis Wajib Pajak.
- Menyimpan bukti-bukti yang terkait dengan penghasilan tersebut, seperti kontrak, faktur, dan dokumen lainnya.
- Melakukan pemotongan PPh Pasal 26 jika bertindak sebagai pemotong pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri.
Contoh Kewajiban Wajib Pajak Terkait PPh Pasal 26
Berikut adalah contoh kewajiban Wajib Pajak terkait PPh Pasal 26:
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di luar negeri dan menerima gaji dari perusahaan luar negeri wajib melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan membayar pajak penghasilan atas penghasilan tersebut.
- Wajib Pajak Badan yang menerima royalti dari perusahaan luar negeri wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah royalti yang dibayarkan dan melaporkan pemotongan tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
- Wajib Pajak Badan yang menerima dividen dari perusahaan luar negeri wajib melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh Badan dan membayar pajak penghasilan atas penghasilan tersebut.
Daftar Checklist Kewajiban Wajib Pajak Terkait PPh Pasal 26
Berikut adalah daftar checklist kewajiban Wajib Pajak terkait PPh Pasal 26 yang dapat digunakan sebagai panduan:
No. | Kewajiban | Keterangan |
---|---|---|
1 | Menghitung dan membayar PPh Pasal 26 | Pajak dihitung berdasarkan tarif PPh Pasal 26 yang berlaku dan dibayarkan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. |
2 | Melaporkan penghasilan dalam SPT Tahunan PPh | SPT Tahunan PPh diajukan sesuai dengan jenis Wajib Pajak, yaitu Orang Pribadi atau Badan. |
3 | Menyimpan bukti-bukti terkait penghasilan | Bukti-bukti seperti kontrak, faktur, dan dokumen lainnya perlu disimpan untuk keperluan audit. |
4 | Melakukan pemotongan PPh Pasal 26 | Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemotong pajak wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri. |
Sanksi Pelanggaran
Pelanggaran terhadap ketentuan PPh Pasal 26 dapat berakibat pada sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak. Sanksi ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera dan mendorong kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Jenis-Jenis Sanksi
Sanksi yang dapat dikenakan atas pelanggaran PPh Pasal 26 meliputi:
- Sanksi Administrasi: Sanksi ini berupa denda yang dijatuhkan kepada wajib pajak karena tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti keterlambatan pelaporan atau pembayaran pajak.
- Sanksi Pidana: Sanksi ini berupa hukuman penjara dan denda yang dijatuhkan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran pidana perpajakan, seperti penghindaran pajak atau pemalsuan dokumen.
Contoh Kasus Pelanggaran dan Sanksi
Misalnya, jika seorang wajib pajak tidak melaporkan penghasilan dari luar negeri sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 26, maka wajib pajak tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari pajak terutang. Jika pelanggaran tersebut dianggap sebagai tindak pidana, maka wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara dan denda.
Cara Menghindari Pelanggaran PPh Pasal 26
Untuk menghindari pelanggaran PPh Pasal 26, wajib pajak dapat melakukan beberapa hal, seperti:
- Memahami Ketentuan PPh Pasal 26: Wajib pajak harus memahami ketentuan PPh Pasal 26 dengan baik, termasuk jenis penghasilan yang dikenakan pajak, tarif pajak, dan cara pelaporan dan pembayaran pajak.
- Melakukan Perhitungan Pajak yang Benar: Wajib pajak harus melakukan perhitungan pajak yang benar dan akurat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
- Melaporkan dan Membayar Pajak Tepat Waktu: Wajib pajak harus melaporkan dan membayar pajak tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Menghindari Penghindaran Pajak: Wajib pajak harus menghindari penghindaran pajak dengan cara yang tidak sah, seperti menyembunyikan penghasilan atau melakukan manipulasi data.
- Menggunakan Jasa Konsultan Pajak: Wajib pajak dapat menggunakan jasa konsultan pajak untuk membantu dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Contoh Soal dan Jawaban
Untuk lebih memahami bagaimana penerapan PPh Pasal 26 dalam praktik, mari kita simak beberapa contoh soal berikut. Contoh soal ini dirancang untuk mencakup berbagai aspek PPh Pasal 26, mulai dari perhitungan hingga kewajiban wajib pajak.
Contoh Soal PPh Pasal 26
Berikut adalah 5 contoh soal PPh Pasal 26 beserta jawabannya, disusun dalam format tabel yang mudah dipahami.
No | Soal | Pembahasan | Jawaban |
---|---|---|---|
1 | PT. Cahaya Indonesia melakukan pembayaran jasa konsultan kepada konsultan asing senilai USD 10.000. Kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pembayaran adalah Rp 14.500 per USD. Berapakah PPh Pasal 26 yang terutang? | PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan nilai jasa yang dibayarkan dalam mata uang rupiah. Oleh karena itu, nilai jasa konsultan dalam rupiah adalah USD 10.000 x Rp 14.500 = Rp 145.000.000. Tarif PPh Pasal 26 untuk jasa konsultan adalah 15%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang adalah Rp 145.000.000 x 15% = Rp 21.750.000. | Rp 21.750.000 |
2 | PT. Harapan Bangsa menerima pembayaran royalti dari perusahaan asing di Singapura senilai SGD 5.000. Kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pembayaran adalah Rp 10.200 per SGD. Berapakah PPh Pasal 26 yang terutang? | PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan nilai royalti yang dibayarkan dalam mata uang rupiah. Oleh karena itu, nilai royalti dalam rupiah adalah SGD 5.000 x Rp 10.200 = Rp 51.000.000. Tarif PPh Pasal 26 untuk royalti adalah 10%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang adalah Rp 51.000.000 x 10% = Rp 5.100.000. | Rp 5.100.000 |
3 | PT. Maju Bersama melakukan pembayaran bunga atas pinjaman kepada bank asing senilai EUR 5.000. Kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pembayaran adalah Rp 15.300 per EUR. Berapakah PPh Pasal 26 yang terutang? | PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan nilai bunga yang dibayarkan dalam mata uang rupiah. Oleh karena itu, nilai bunga dalam rupiah adalah EUR 5.000 x Rp 15.300 = Rp 76.500.000. Tarif PPh Pasal 26 untuk bunga atas pinjaman adalah 15%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang adalah Rp 76.500.000 x 15% = Rp 11.475.000. | Rp 11.475.000 |
4 | PT. Sejahtera Mandiri melakukan pembayaran jasa teknik kepada perusahaan asing di Korea Selatan senilai KRW 10.000.000. Kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pembayaran adalah Rp 10 per KRW. Berapakah PPh Pasal 26 yang terutang? | PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan nilai jasa teknik yang dibayarkan dalam mata uang rupiah. Oleh karena itu, nilai jasa teknik dalam rupiah adalah KRW 10.000.000 x Rp 10 = Rp 100.000.000. Tarif PPh Pasal 26 untuk jasa teknik adalah 20%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang adalah Rp 100.000.000 x 20% = Rp 20.000.000. | Rp 20.000.000 |
5 | PT. Sukses Bersama melakukan pembayaran sewa kepada perusahaan asing di Amerika Serikat senilai USD 2.000. Kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pembayaran adalah Rp 14.600 per USD. Apakah PT. Sukses Bersama wajib memotong PPh Pasal 26? | PT. Sukses Bersama wajib memotong PPh Pasal 26 karena pembayaran sewa kepada perusahaan asing di Amerika Serikat merupakan objek PPh Pasal 26. | Ya, wajib memotong PPh Pasal 26 |
Peraturan Perundang-undangan
PPh Pasal 26 diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Aturan ini penting untuk memahami bagaimana penghasilan yang diterima oleh WPLN (Warga Negara Asing) dikenakan pajak di Indonesia. Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur PPh Pasal 26.
Undang-Undang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) merupakan dasar hukum utama yang mengatur PPh Pasal 26. UU ini mengatur berbagai hal terkait PPh, termasuk objek pajak, subjek pajak, tarif pajak, dan prosedur perpajakan.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Beberapa PMK mengatur secara spesifik tentang PPh Pasal 26, seperti:
- PMK Nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Luar Negeri
- PMK Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Luar Negeri
PMK-PMK ini memberikan detail tentang tata cara pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 26, termasuk persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan.
Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen)
Perdirjen Pajak juga memberikan panduan teknis terkait PPh Pasal 26, seperti:
- Perdirjen Pajak Nomor PER-11/PJ.42/2014 tentang Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Luar Negeri
- Perdirjen Pajak Nomor PER-25/PJ.42/2018 tentang Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Luar Negeri
Perdirjen ini memberikan penjelasan lebih detail tentang implementasi PMK terkait PPh Pasal 26, seperti contoh kasus dan prosedur yang perlu dilakukan.
Contoh Kasus dalam Peraturan Perundang-undangan
Sebagai contoh, dalam PMK Nomor 187/PMK.03/2015, diatur tentang tata cara pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 26 atas penghasilan dari luar negeri berupa royalti. Di sini dijelaskan bahwa WPLN yang menerima royalti dari Indonesia wajib dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif tertentu. PMK ini juga mengatur tentang dokumen yang dibutuhkan untuk pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 26, seperti bukti potong dan surat keterangan penghasilan.
Contoh Kasus PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh WPLN (Warga Negara Asing) atau badan yang bertempat di luar negeri atas penghasilan yang diterima dari sumber di Indonesia. Penghasilan tersebut dapat berupa bunga, dividen, royalti, jasa, dan lainnya. Untuk memahami lebih lanjut mengenai penerapan PPh Pasal 26, mari kita bahas beberapa contoh kasus berikut.
Contoh Kasus PPh Pasal 26: Bunga Deposito
Seorang WNA bernama John Doe mendepositokan uangnya di Bank ABC di Indonesia sebesar Rp100.000.000,- dengan suku bunga 5% per tahun. John Doe menerima bunga deposito sebesar Rp5.000.000,- pada akhir tahun.
Dalam kasus ini, John Doe merupakan WPLN yang menerima penghasilan berupa bunga deposito dari sumber di Indonesia. Oleh karena itu, John Doe wajib dikenakan PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga deposito yang diterimanya.
Untuk menghitung PPh Pasal 26 yang terutang, kita dapat menggunakan rumus:
PPh Pasal 26 = Penghasilan x Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh Pasal 26 untuk bunga deposito adalah 20%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang oleh John Doe adalah:
PPh Pasal 26 = Rp5.000.000,- x 20% = Rp1.000.000,-
John Doe wajib membayar PPh Pasal 26 sebesar Rp1.000.000,- kepada Bank ABC, yang akan dipotong langsung dari bunga deposito yang diterimanya.
Contoh Kasus PPh Pasal 26: Royalti Penggunaan Hak Paten
Perusahaan A, sebuah perusahaan di Singapura, memiliki hak paten atas teknologi tertentu. Perusahaan A memberikan lisensi kepada Perusahaan B di Indonesia untuk menggunakan hak paten tersebut dengan royalti sebesar 5% dari total penjualan produk yang dihasilkan menggunakan teknologi tersebut. Pada tahun berjalan, Perusahaan B menjual produk senilai Rp100.000.000,- dengan menggunakan teknologi yang dilisensikan dari Perusahaan A.
Dalam kasus ini, Perusahaan A merupakan WPLN yang menerima penghasilan berupa royalti dari sumber di Indonesia. Royalti yang diterima oleh Perusahaan A berasal dari penggunaan hak patennya oleh Perusahaan B di Indonesia.
Untuk menghitung PPh Pasal 26 yang terutang, kita dapat menggunakan rumus:
PPh Pasal 26 = Penghasilan x Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh Pasal 26 untuk royalti adalah 20%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang oleh Perusahaan A adalah:
PPh Pasal 26 = (Rp100.000.000,- x 5%) x 20% = Rp1.000.000,-
Perusahaan B wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp1.000.000,- dari royalti yang dibayarkan kepada Perusahaan A. Perusahaan B kemudian akan melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh Kasus PPh Pasal 26: Jasa Konsultasi
Perusahaan C di Indonesia ingin melakukan pengembangan sistem informasi. Perusahaan C kemudian menunjuk Perusahaan D di Amerika Serikat sebagai konsultan untuk proyek pengembangan tersebut. Perusahaan D kemudian mengirimkan tim konsultannya ke Indonesia untuk melakukan pekerjaan konsultasi selama 3 bulan. Total biaya jasa konsultasi yang dibayarkan Perusahaan C kepada Perusahaan D adalah Rp50.000.000,-.
Dalam kasus ini, Perusahaan D merupakan WPLN yang menerima penghasilan berupa jasa konsultasi dari sumber di Indonesia. Jasa konsultasi tersebut dilakukan di Indonesia, sehingga penghasilannya dianggap berasal dari sumber di Indonesia.
Untuk menghitung PPh Pasal 26 yang terutang, kita dapat menggunakan rumus:
PPh Pasal 26 = Penghasilan x Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh Pasal 26 untuk jasa konsultasi adalah 20%. Maka, PPh Pasal 26 yang terutang oleh Perusahaan D adalah:
PPh Pasal 26 = Rp50.000.000,- x 20% = Rp10.000.000,-
Perusahaan C wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp10.000.000,- dari biaya jasa konsultasi yang dibayarkan kepada Perusahaan D. Perusahaan C kemudian akan melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh soal PPh Pasal 26 dan jawabannya bisa jadi agak rumit, terutama kalau kamu baru belajar tentang pajak. Tapi tenang, belajarnya nggak perlu sendirian! Kamu bisa cari referensi dari berbagai sumber, termasuk contoh soal dan jawaban akuntansi manajemen semester 4 yang bisa kamu temukan di situs ini.
Dengan mempelajari materi akuntansi manajemen, kamu bisa memahami konsep dasar yang relevan dengan PPh Pasal 26 dan menyelesaikan soal-soal dengan lebih mudah.
Tips dan Trik
PPh Pasal 26, pajak penghasilan atas penghasilan dari luar negeri, bisa jadi rumit untuk dipahami. Tapi, jangan khawatir! Dengan tips dan trik yang tepat, menghitung dan meminimalkan beban pajak ini bisa lebih mudah.
Memahami PPh Pasal 26
Untuk menghitung PPh Pasal 26, Anda perlu memahami beberapa hal dasar, seperti jenis penghasilan yang dikenai pajak, tarif pajak yang berlaku, dan mekanisme perhitungannya.
- Jenis penghasilan yang dikenai PPh Pasal 26 meliputi bunga, deviden, royalti, dan penghasilan lainnya yang diperoleh dari luar negeri.
- Tarif pajak PPh Pasal 26 bervariasi tergantung jenis penghasilan dan negara sumbernya.
- PPh Pasal 26 umumnya dihitung berdasarkan tarif pajak dan penghasilan bruto, dikurangi biaya yang terkait dengan penghasilan tersebut.
Strategi Meminimalkan Beban PPh Pasal 26
Ada beberapa strategi yang bisa Anda gunakan untuk meminimalkan beban PPh Pasal 26, dengan tetap mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.
- Manfaatkan perjanjian penghindaran pajak ganda (P3B) antara Indonesia dan negara sumber penghasilan. P3B bisa membantu Anda mendapatkan pengurangan atau pembebasan pajak.
- Pastikan dokumen perpajakan Anda lengkap dan akurat. Dokumen yang lengkap dan akurat bisa membantu Anda menghindari penyesuaian pajak di kemudian hari.
- Konsultasikan dengan konsultan pajak yang berpengalaman. Konsultan pajak bisa membantu Anda memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan menemukan strategi yang tepat untuk meminimalkan beban pajak Anda.
Sumber Informasi Terpercaya
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang PPh Pasal 26, Anda bisa mengakses sumber informasi terpercaya, seperti:
- Website Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait PPh Pasal 26
- Buku dan artikel tentang perpajakan
- Konsultan pajak yang berpengalaman
Penutupan
PPh Pasal 26 merupakan bagian penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Dengan memahami konsep dasar, tarif, cara perhitungan, dan kewajiban wajib pajak terkait PPh Pasal 26, Anda dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar dan meminimalkan risiko pelanggaran. Ingatlah untuk selalu mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkonsultasi dengan ahli pajak jika Anda memiliki pertanyaan atau kesulitan dalam memahami PPh Pasal 26.