Pengertian ijarah dalam hukum islam – Dalam Islam, transaksi jual beli bukanlah satu-satunya cara untuk mendapatkan manfaat dari suatu barang atau jasa. Ijarah, atau yang lebih dikenal sebagai sewa menyewa, merupakan akad yang memberikan solusi bagi Anda yang ingin menggunakan sesuatu tanpa harus membelinya. Sistem ini menawarkan fleksibilitas dan kemudahan dalam memperoleh akses ke berbagai kebutuhan, baik itu rumah, kendaraan, atau bahkan jasa profesional.
Ijarah, secara sederhana, adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu pemilik barang atau jasa (muajir) dan penyewa (musta’jir), di mana penyewa membayar sejumlah uang kepada pemilik sebagai imbalan atas penggunaan barang atau jasa tersebut. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai pengertian ijarah dalam hukum Islam, rukun-rukunnya, jenis-jenisnya, dan berbagai aspek penting lainnya yang perlu Anda ketahui.
Rukun Ijarah
Ijarah merupakan akad perjanjian dalam hukum Islam yang mengatur tentang penyewaan atau peminjaman suatu barang atau jasa dengan imbalan tertentu. Dalam akad ini, terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang menyewakan (muajir) dan pihak yang menyewa (musta’jir). Untuk dapat dikatakan sah dan mengikat secara hukum, ijarah harus memenuhi rukun-rukun yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Rukun-rukun ini menjadi dasar bagi terwujudnya akad ijarah yang adil dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Rukun Ijarah
Rukun ijarah adalah unsur-unsur yang harus ada dan terpenuhi dalam akad ijarah. Tanpa salah satu dari rukun ini, akad ijarah tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Berikut adalah rukun ijarah yang sah menurut hukum Islam:
- Al-Muajir (Pihak yang Menyewakan): Merupakan pihak yang menyerahkan hak guna atas barang atau jasa kepada pihak lain untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan tertentu. Syarat sahnya al-muajir adalah:
- Berhak atas barang atau jasa yang disewakan, artinya ia memiliki kepemilikan atas barang tersebut atau memiliki wewenang untuk menyewakannya.
- Berakal sehat, artinya ia mampu memahami hak dan kewajibannya dalam akad ijarah.
- Baligh, artinya ia telah mencapai usia dewasa.
- Merdeka, artinya ia bukan budak atau tidak dalam keadaan terikat.
- Al-Musta’jir (Pihak yang Menyewa): Merupakan pihak yang menerima hak guna atas barang atau jasa dari pihak lain untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan tertentu. Syarat sahnya al-musta’jir adalah:
- Berakal sehat, artinya ia mampu memahami hak dan kewajibannya dalam akad ijarah.
- Baligh, artinya ia telah mencapai usia dewasa.
- Merdeka, artinya ia bukan budak atau tidak dalam keadaan terikat.
- Al-Majrur (Barang atau Jasa yang Disewakan): Merupakan objek yang disewakan dalam akad ijarah. Syarat sahnya al-majrur adalah:
- Bersifat manfaat, artinya barang atau jasa tersebut dapat digunakan dan memberikan manfaat bagi pihak yang menyewa.
- Milik atau dikuasai oleh pihak yang menyewakan, artinya ia memiliki hak untuk menyewakan barang tersebut.
- Tidak bertentangan dengan syariat Islam, artinya barang atau jasa tersebut tidak haram atau dilarang oleh Islam.
- Al-Ajr (Imbalan): Merupakan imbalan yang diberikan oleh pihak yang menyewa kepada pihak yang menyewakan atas hak guna atas barang atau jasa yang disewakan. Syarat sahnya al-ajr adalah:
- Jelas dan pasti, artinya jumlah imbalan sudah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak.
- Bersifat manfaat, artinya imbalan tersebut bermanfaat bagi pihak yang menyewakan.
- Tidak bertentangan dengan syariat Islam, artinya imbalan tersebut tidak haram atau dilarang oleh Islam.
- Shighat (Ijab dan Qabul): Merupakan pernyataan persetujuan dari kedua belah pihak atas isi akad ijarah. Syarat sahnya shighat adalah:
- Dilakukan secara lisan atau tertulis, artinya persetujuan kedua belah pihak harus terungkap secara jelas dan dapat dipahami.
- Dilakukan dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh kedua belah pihak.
- Dilakukan dengan niat yang benar, artinya kedua belah pihak harus bermaksud untuk melakukan akad ijarah.
Contoh Pelanggaran Rukun Ijarah
Berikut ini adalah contoh kasus yang menunjukkan pelanggaran terhadap rukun ijarah:
- Seorang pemilik rumah menyewakan rumahnya kepada seorang mahasiswa. Namun, ternyata rumah tersebut merupakan milik orang lain dan pemilik rumah tersebut tidak memiliki hak untuk menyewakannya. Dalam kasus ini, terjadi pelanggaran terhadap rukun ijarah yaitu al-muajir (pihak yang menyewakan) tidak berhak atas barang yang disewakan.
- Seorang pemilik toko menyewakan tokonya kepada seorang pedagang. Namun, dalam perjanjian sewa, tidak disebutkan secara jelas berapa jumlah sewa yang harus dibayarkan oleh pedagang. Dalam kasus ini, terjadi pelanggaran terhadap rukun ijarah yaitu al-ajr (imbalan) tidak jelas dan pasti.
Jenis-Jenis Ijarah
Ijarah, sebagai akad yang mengatur tentang sewa menyewa dalam Islam, memiliki berbagai jenis yang diklasifikasikan berdasarkan objeknya. Objek ijarah dapat berupa benda, jasa, atau bahkan kombinasi keduanya. Perbedaan objek ini melahirkan karakteristik dan contoh yang beragam dalam praktik ijarah.
Klasifikasi Ijarah Berdasarkan Objek, Pengertian ijarah dalam hukum islam
Secara umum, ijarah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan objeknya, yaitu:
- Ijarah tanah
- Ijarah bangunan
- Ijarah jasa
- Ijarah barang
Karakteristik dan Contoh Ijarah Berdasarkan Objek
Berikut adalah tabel yang membandingkan karakteristik dan contoh dari masing-masing jenis ijarah berdasarkan objeknya:
Jenis Ijarah | Objek | Karakteristik | Contoh |
---|---|---|---|
Ijarah Tanah | Hak guna pakai atas tanah | – Bersifat jangka panjang – Biasanya melibatkan pembayaran sewa berkala – Dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pertanian, pembangunan, atau perumahan |
– Menyewakan tanah untuk pembangunan pabrik – Menyewakan tanah untuk pertanian – Menyewakan tanah untuk perumahan |
Ijarah Bangunan | Hak guna pakai atas bangunan | – Bersifat jangka pendek atau jangka panjang – Biasanya melibatkan pembayaran sewa berkala – Dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti tempat tinggal, kantor, atau toko |
– Menyewakan rumah untuk tempat tinggal – Menyewakan gedung untuk kantor – Menyewakan ruko untuk toko |
Ijarah Jasa | Pelayanan atau keahlian | – Bersifat jangka pendek atau jangka panjang – Biasanya melibatkan pembayaran berdasarkan hasil kerja atau waktu – Dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti jasa transportasi, jasa konstruksi, atau jasa konsultasi |
– Menyewa jasa tukang untuk renovasi rumah – Menyewa jasa transportasi untuk mengantar barang – Menyewa jasa konsultan untuk pengembangan bisnis |
Ijarah Barang | Penggunaan barang | – Bersifat jangka pendek atau jangka panjang – Biasanya melibatkan pembayaran sewa berkala – Dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti alat elektronik, kendaraan, atau peralatan |
– Menyewa mobil untuk liburan – Menyewa laptop untuk bekerja – Menyewa peralatan olahraga |
Ijarah Muqayyadah dan Ijarah Ghairu Muqayyadah
Dalam konteks ijarah, terdapat istilah “muqayyadah” dan “ghairu muqayyadah”. Ijarah muqayyadah mengacu pada jenis ijarah yang memiliki batasan atau syarat tertentu, sedangkan ijarah ghairu muqayyadah adalah jenis ijarah yang tidak memiliki batasan atau syarat khusus.
Perbedaan utama antara ijarah muqayyadah dan ijarah ghairu muqayyadah terletak pada:
- Batasan Penggunaan: Ijarah muqayyadah memiliki batasan penggunaan objek ijarah, sedangkan ijarah ghairu muqayyadah tidak memiliki batasan penggunaan. Contohnya, menyewakan mobil untuk tujuan tertentu (muqayyadah) atau menyewakan mobil untuk keperluan apa pun (ghairu muqayyadah).
- Lama Sewa: Ijarah muqayyadah memiliki jangka waktu sewa yang ditentukan, sedangkan ijarah ghairu muqayyadah tidak memiliki jangka waktu sewa yang pasti. Contohnya, menyewakan rumah selama 1 tahun (muqayyadah) atau menyewakan rumah selama jangka waktu yang belum ditentukan (ghairu muqayyadah).
Contoh ijarah muqayyadah adalah menyewakan mobil untuk keperluan antar jemput anak sekolah. Dalam hal ini, penggunaan mobil dibatasi untuk antar jemput anak sekolah saja dan tidak boleh digunakan untuk keperluan lain. Contoh ijarah ghairu muqayyadah adalah menyewakan rumah untuk tempat tinggal. Dalam hal ini, penyewa bebas menggunakan rumah tersebut untuk keperluan apa pun, selama tidak melanggar hukum dan norma sosial.
Syarat-Syarat Ijarah
Ijarah, atau sewa menyewa, merupakan akad yang sangat umum dalam kehidupan sehari-hari. Agar akad ijarah sah dan mengikat secara hukum Islam, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Tanpa terpenuhinya syarat-syarat tersebut, akad ijarah bisa dianggap tidak sah atau batal.
Syarat-Syarat Sah Ijarah
Berikut adalah syarat-syarat sahnya akad ijarah menurut hukum Islam:
- Objek Ijarah (Musytarak): Objek ijarah adalah barang atau jasa yang disewakan. Syaratnya adalah objek ijarah harus halal dan bermanfaat. Objek ijarah harus jelas dan spesifik, tidak boleh samar atau mengandung unsur ketidakpastian.
- Pihak-Pihak yang Berakad (Mu’jir dan Musta’jir): Pihak yang berakad dalam ijarah adalah mu’jir (pihak yang menyewakan) dan musta’jir (pihak yang menyewa). Keduanya harus cakap hukum, yaitu sudah dewasa dan berakal sehat. Tidak boleh ada unsur paksaan atau penipuan dalam akad.
- Uzur (Harga Sewa): Uzur adalah harga sewa yang disepakati oleh kedua belah pihak. Uzur harus jelas, pasti, dan adil. Tidak boleh ada unsur riba (bunga) atau gharar (ketidakpastian) dalam penentuan harga sewa.
- Sighat (Ijab dan Qabul): Sighat adalah ucapan yang menyatakan kesediaan untuk melakukan akad. Dalam ijarah, sighat terdiri dari ijab (pernyataan dari mu’jir) dan qabul (pernyataan dari musta’jir). Ijab dan qabul harus jelas dan tegas, menunjukkan kesediaan kedua belah pihak untuk melakukan akad.
Implikasi Hukum Jika Syarat Ijarah Tidak Terpenuhi
Jika salah satu syarat ijarah tidak terpenuhi, maka akad ijarah bisa dianggap tidak sah atau batal. Berikut beberapa implikasi hukumnya:
- Akad Ijarah Batal: Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, akad ijarah menjadi tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Hal ini berarti, kedua belah pihak tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan isi akad.
- Kehilangan Hak atas Objek Ijarah: Musta’jir tidak memiliki hak atas objek ijarah, meskipun sudah membayar sewa. Mu’jir berhak untuk menarik kembali objek ijarah kapan saja.
- Kehilangan Kewajiban Mu’jir: Mu’jir tidak memiliki kewajiban untuk memberikan objek ijarah kepada musta’jir, meskipun sudah menerima pembayaran sewa.
Contoh Kasus Pelanggaran Syarat Ijarah
Misalnya, seorang pemilik rumah menyewakan rumahnya dengan harga sewa yang tidak pasti, misalnya “sesuai kesepakatan nanti”. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap syarat uzur (harga sewa) karena harga sewa tidak jelas dan pasti. Akad ijarah ini bisa dianggap tidak sah, dan musta’jir tidak memiliki hak untuk menempati rumah tersebut.
Ketentuan Ijarah: Pengertian Ijarah Dalam Hukum Islam
Ijarah, atau sewa menyewa dalam bahasa Indonesia, merupakan akad yang mengatur tentang penggunaan suatu barang atau jasa milik seseorang oleh orang lain dengan imbalan tertentu. Dalam hukum Islam, ijarah memiliki sejumlah ketentuan yang perlu dipahami agar akad tersebut sah dan adil bagi kedua belah pihak.
Jangka Waktu Ijarah
Jangka waktu ijarah merupakan salah satu unsur penting dalam akad ini. Jangka waktu ijarah harus ditentukan dengan jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari sengketa di kemudian hari. Jangka waktu ijarah dapat ditentukan dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, atau bahkan lebih lama lagi.
- Jangka waktu ijarah harus disepakati bersama dan tertulis dalam akad. Hal ini penting untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.
- Jangka waktu ijarah dapat diperpanjang dengan kesepakatan kedua belah pihak, dan perlu dibuat perjanjian tambahan yang mencantumkan jangka waktu perpanjangan.
- Ijarah yang tidak memiliki jangka waktu yang jelas dan disepakati dapat dianggap tidak sah.
Skema Pembayaran Ijarah
Pembayaran ijarah merupakan imbalan yang diberikan oleh pihak yang menyewa (musta’jir) kepada pihak yang menyewakan (mu’jir) atas penggunaan barang atau jasa yang disewakan. Pembayaran ijarah harus adil dan sesuai dengan syariah.
- Pembayaran ijarah dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap, sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
- Pembayaran ijarah harus jelas dan tidak mengandung unsur riba (bunga). Contohnya, pembayaran ijarah tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari nilai barang atau jasa yang disewakan, tetapi harus berdasarkan nilai sewa yang disepakati.
- Skema pembayaran ijarah dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan kedua belah pihak. Contohnya, pembayaran ijarah dapat dilakukan di muka, di akhir masa sewa, atau secara berkala.
Kewajiban dan Hak Masing-Masing Pihak
Dalam akad ijarah, terdapat kewajiban dan hak yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.
-
Kewajiban Mu’jir (Pihak yang Menyewakan)
- Menyerahkan barang atau jasa yang disewakan dalam kondisi baik dan sesuai dengan perjanjian.
- Menjamin barang atau jasa yang disewakan selama masa sewa.
- Memberikan informasi yang benar dan lengkap mengenai barang atau jasa yang disewakan.
-
Hak Mu’jir (Pihak yang Menyewakan)
- Menerima pembayaran ijarah sesuai dengan perjanjian.
- Meminta pengembalian barang atau jasa yang disewakan dalam kondisi baik setelah masa sewa berakhir.
-
Kewajiban Musta’jir (Pihak yang Menyewa)
- Membayar ijarah sesuai dengan perjanjian.
- Menggunakan barang atau jasa yang disewakan sesuai dengan perjanjian.
- Merawat barang atau jasa yang disewakan dengan baik.
-
Hak Musta’jir (Pihak yang Menyewa)
- Menggunakan barang atau jasa yang disewakan selama masa sewa.
- Meminta perbaikan atau penggantian barang atau jasa yang disewakan jika terjadi kerusakan yang bukan disebabkan oleh kesalahan sendiri.
Ringkasan Akhir
Dengan memahami pengertian ijarah dalam hukum Islam, Anda dapat memanfaatkan sistem ini secara bijak dan menjalankan transaksi sewa menyewa dengan benar dan sesuai syariah. Ijarah tidak hanya menguntungkan bagi kedua belah pihak, tetapi juga merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian Islam yang mendukung kesejahteraan dan keadilan sosial.