Sejarah peradilan agama – Peradilan agama di Indonesia memiliki sejarah panjang yang menarik, mencerminkan dinamika hukum Islam dan interaksi dengan sistem hukum nasional. Sejak masa penjajahan hingga saat ini, peradilan agama telah mengalami transformasi signifikan, menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan politik yang terjadi.
Sistem peradilan agama di Indonesia bertujuan untuk memberikan keadilan bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pernikahan, waris, dan harta bersama. Perjalanan peradilan agama di Indonesia menunjukkan upaya terus-menerus untuk menemukan keseimbangan antara nilai-nilai agama dan hukum positif, sehingga peradilan agama dapat berperan penting dalam menjaga stabilitas dan harmoni sosial di masyarakat.
Asas dan Prinsip Peradilan Agama
Sistem peradilan agama di Indonesia didasarkan pada asas dan prinsip yang kokoh untuk memastikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi para pencari keadilan. Asas dan prinsip ini menjadi pedoman bagi hakim agama dalam memutuskan perkara, sehingga keputusan yang diambil adil, tepat, dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Asas Keadilan
Asas keadilan merupakan jantung dari sistem peradilan agama. Asas ini menekankan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan dijamin untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Dalam praktiknya, asas keadilan diwujudkan melalui:
- Persamaan di hadapan hukum: Setiap orang, tanpa memandang status sosial, agama, atau latar belakang, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang adil di hadapan hukum.
- Hak untuk didengar: Pihak yang berperkara memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya dan bukti-bukti yang mendukung klaimnya. Hakim agama wajib mendengarkan dengan saksama dan mempertimbangkan semua bukti yang diajukan.
- Keputusan yang adil: Keputusan hakim agama harus didasarkan pada hukum dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Keputusan tersebut harus adil bagi semua pihak yang terlibat.
Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum menjamin bahwa hukum berlaku secara konsisten dan dapat diprediksi. Asas ini penting untuk menciptakan rasa aman dan kepastian bagi masyarakat. Penerapan asas kepastian hukum dalam peradilan agama diwujudkan melalui:
- Hukum yang jelas dan mudah dipahami: Aturan hukum yang menjadi dasar peradilan agama harus dirumuskan dengan jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat.
- Penerapan hukum yang konsisten: Hakim agama harus menerapkan hukum secara konsisten dalam setiap perkara, tanpa memandang siapa pihak yang terlibat.
- Keputusan yang dapat diprediksi: Keputusan hakim agama harus dapat diprediksi berdasarkan aturan hukum yang berlaku dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan menekankan bahwa keputusan hakim agama harus bermanfaat bagi masyarakat dan tidak merugikan pihak manapun. Asas ini mendorong hakim agama untuk mencari solusi yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Contohnya, dalam perkara perceraian, hakim agama dapat berupaya untuk merukunkan kembali pasangan suami istri, atau memberikan keputusan yang adil terkait hak asuh anak dan harta bersama.
Asas kemanfaatan dalam peradilan agama dapat diwujudkan melalui:
- Mencari solusi damai: Hakim agama dapat mendorong para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi atau jalan damai.
- Keputusan yang adil dan bermanfaat: Keputusan hakim agama harus adil dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat, termasuk bagi masyarakat luas.
- Memperhatikan nilai-nilai agama: Hakim agama harus mempertimbangkan nilai-nilai agama dalam memutuskan perkara, sehingga keputusan yang diambil selaras dengan nilai-nilai moral dan keagamaan.
Peran Peradilan Agama dalam Masyarakat
Peradilan Agama merupakan bagian penting dari sistem peradilan nasional di Indonesia. Lembaga ini berperan dalam menyelesaikan sengketa dan konflik yang berbasis agama, khususnya bagi umat Islam. Peradilan Agama memiliki peran yang krusial dalam menjaga stabilitas dan harmoni sosial di masyarakat, terutama dalam konteks masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Peran Peradilan Agama dalam Menjaga Stabilitas dan Harmoni Sosial
Peradilan Agama berperan penting dalam menjaga stabilitas dan harmoni sosial di masyarakat dengan cara:
- Menyelesaikan sengketa dan konflik secara adil dan damai: Peradilan Agama berusaha untuk menyelesaikan sengketa dan konflik dengan cara yang adil dan damai, berdasarkan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini membantu mencegah eskalasi konflik dan menjaga ketertiban sosial.
- Memberikan rasa keadilan bagi para pihak: Peradilan Agama memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang terlibat dalam sengketa, baik dalam hal harta warisan, pernikahan, perceraian, maupun masalah lainnya. Rasa keadilan yang dirasakan oleh para pihak membantu menciptakan suasana yang kondusif dan harmonis di masyarakat.
- Mempromosikan nilai-nilai Islam yang luhur: Peradilan Agama mempromosikan nilai-nilai Islam yang luhur, seperti keadilan, kejujuran, dan persaudaraan. Nilai-nilai ini membantu membangun masyarakat yang berakhlak mulia dan harmonis.
Peran Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Konflik dan Sengketa yang Berbasis Agama
Peradilan Agama memiliki peran khusus dalam menyelesaikan konflik dan sengketa yang berbasis agama. Beberapa contoh konflik yang diselesaikan oleh Peradilan Agama meliputi:
- Sengketa waris: Peradilan Agama berperan dalam menyelesaikan sengketa waris yang terjadi di antara anggota keluarga, terutama terkait pembagian harta warisan.
- Sengketa pernikahan dan perceraian: Peradilan Agama memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa pernikahan dan perceraian, termasuk terkait hak asuh anak, nafkah, dan harta bersama.
- Sengketa hukum keluarga: Peradilan Agama juga menangani sengketa hukum keluarga lainnya, seperti sengketa tentang mahar, talak, rujuk, dan poligami.
Dampak Positif Peradilan Agama Terhadap Masyarakat
Peradilan Agama memberikan dampak positif bagi masyarakat, antara lain:
- Meningkatkan rasa aman dan nyaman: Peradilan Agama memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, karena mereka tahu bahwa ada lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa dan konflik secara adil dan damai.
- Mempromosikan nilai-nilai toleransi dan kerukunan: Peradilan Agama mempromosikan nilai-nilai toleransi dan kerukunan antar umat beragama, karena lembaga ini menjunjung tinggi keadilan dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku bagi semua warga negara.
- Meningkatkan kualitas hidup masyarakat: Peradilan Agama membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan cara menyelesaikan sengketa dan konflik yang menghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Dampak Negatif Peradilan Agama Terhadap Masyarakat
Meskipun memiliki banyak dampak positif, Peradilan Agama juga memiliki beberapa dampak negatif, antara lain:
- Kurangnya akses bagi masyarakat: Peradilan Agama masih menghadapi kendala dalam hal akses bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau yang memiliki keterbatasan ekonomi.
- Lambatnya proses persidangan: Proses persidangan di Peradilan Agama terkadang berlangsung lambat, sehingga dapat menghambat penyelesaian sengketa dan konflik.
- Kurangnya transparansi dan akuntabilitas: Terkadang, Peradilan Agama kurang transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya, sehingga menimbulkan kecurigaan di masyarakat.
Tantangan Peradilan Agama di Era Modern
Peradilan agama, sebagai institusi yang berperan penting dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan hukum Islam, menghadapi berbagai tantangan di era modern. Tantangan ini muncul akibat pengaruh globalisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan sosial yang begitu pesat.
Pengaruh Globalisasi
Globalisasi membawa arus informasi dan budaya baru yang memengaruhi nilai-nilai masyarakat, termasuk dalam hal hukum dan peradilan. Hal ini menimbulkan tantangan bagi peradilan agama dalam menjaga relevansi dan kredibilitasnya di tengah arus modernitas.
Perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dan mengakses informasi. Peradilan agama perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanannya.
Perubahan Sosial
Perubahan sosial, seperti meningkatnya kesadaran hak asasi manusia dan munculnya isu-isu baru seperti pernikahan beda agama dan hak waris perempuan, menimbulkan tantangan baru bagi peradilan agama dalam menginterpretasikan dan menerapkan hukum Islam.
Adaptasi Peradilan Agama
Untuk menghadapi tantangan di era modern, peradilan agama perlu melakukan adaptasi dengan melakukan beberapa hal, antara lain:
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia: Peradilan agama perlu memiliki hakim dan staf yang kompeten, berintegritas, dan memahami konteks sosial dan hukum yang berkembang.
- Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi: Penerapan teknologi informasi dan komunikasi dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi proses peradilan, serta mempermudah akses masyarakat terhadap layanan peradilan.
- Melakukan kajian hukum Islam secara komprehensif: Kajian hukum Islam yang komprehensif dan responsif terhadap perkembangan zaman dapat membantu peradilan agama dalam menginterpretasikan dan menerapkan hukum Islam secara adil dan relevan.
- Meningkatkan komunikasi dan edukasi kepada masyarakat: Peradilan agama perlu meningkatkan komunikasi dan edukasi kepada masyarakat tentang hukum Islam dan peran peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa.
Solusi dan Strategi
Berikut adalah beberapa solusi dan strategi untuk meningkatkan efektivitas dan kredibilitas peradilan agama:
- Memperkuat lembaga peradilan agama: Peningkatan kualitas sumber daya manusia, infrastruktur, dan sistem peradilan dapat meningkatkan efektivitas dan kredibilitas peradilan agama.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Penerapan sistem elektronik dan mekanisme pengawasan yang transparan dapat meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan agama.
- Membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat: Peradilan agama perlu membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan terhadap lembaga peradilan.
- Menjalin kerja sama dengan lembaga lain: Kerjasama dengan lembaga lain, seperti lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan pemerintah, dapat membantu peradilan agama dalam menghadapi tantangan di era modern.
Reformasi Peradilan Agama
Peradilan agama di Indonesia telah mengalami transformasi signifikan seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat. Reformasi peradilan agama menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas sistem peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa dan memberikan keadilan bagi masyarakat.
Upaya Reformasi Peradilan Agama
Reformasi peradilan agama bertujuan untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan akuntabilitas sistem peradilan agama. Upaya-upaya yang dilakukan dalam reformasi ini meliputi:
- Peningkatan kualitas hakim: Reformasi peradilan agama fokus pada peningkatan kualitas hakim melalui program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Program ini mencakup peningkatan pengetahuan hukum, etika, dan kompetensi hakim dalam menangani perkara peradilan agama.
- Peningkatan sarana dan prasarana: Reformasi peradilan agama juga berupaya meningkatkan sarana dan prasarana peradilan agama, seperti gedung pengadilan, peralatan, dan teknologi informasi. Peningkatan ini bertujuan untuk mendukung kinerja hakim dan efisiensi proses peradilan.
- Peningkatan aksesibilitas: Reformasi peradilan agama juga berupaya meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan peradilan agama. Hal ini dilakukan dengan cara mempermudah prosedur dan biaya perkara, serta meningkatkan informasi dan sosialisasi tentang layanan peradilan agama.
- Peningkatan transparansi dan akuntabilitas: Reformasi peradilan agama mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan agama. Hal ini dilakukan dengan cara membuka akses publik terhadap informasi tentang proses peradilan, putusan hakim, dan kinerja hakim.
Dampak Reformasi Peradilan Agama
Reformasi peradilan agama telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap sistem peradilan agama. Dampak positif yang dihasilkan antara lain:
- Peningkatan kualitas putusan hakim: Reformasi peradilan agama telah meningkatkan kualitas putusan hakim, yang tercermin dalam meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap layanan peradilan agama.
- Peningkatan efisiensi proses peradilan: Reformasi peradilan agama telah meningkatkan efisiensi proses peradilan, yang tercermin dalam waktu penyelesaian perkara yang lebih singkat.
- Peningkatan aksesibilitas masyarakat: Reformasi peradilan agama telah meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan peradilan agama, yang tercermin dalam meningkatnya jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan agama.
- Peningkatan transparansi dan akuntabilitas: Reformasi peradilan agama telah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan agama, yang tercermin dalam meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap peradilan agama.
Di sisi lain, reformasi peradilan agama juga memiliki beberapa dampak negatif, seperti:
- Kekurangan sumber daya manusia: Reformasi peradilan agama membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, namun jumlah hakim dan staf peradilan agama masih terbatas. Hal ini dapat menyebabkan beban kerja yang berat dan mengurangi efektivitas proses peradilan.
- Kesenjangan akses terhadap layanan peradilan agama: Reformasi peradilan agama belum sepenuhnya mampu menjangkau masyarakat di daerah terpencil dan tertinggal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana peradilan agama di daerah tersebut.
- Kurangnya sosialisasi dan informasi: Reformasi peradilan agama belum sepenuhnya diiringi dengan sosialisasi dan informasi yang efektif kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat masih belum memahami sepenuhnya tentang layanan peradilan agama dan hak-hak mereka.
Rekomendasi untuk Perbaikan dan Pengembangan Sistem Peradilan Agama
Untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas sistem peradilan agama di masa depan, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan, yaitu:
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia: Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara meningkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi hakim dan staf peradilan agama. Selain itu, perlu dilakukan perekrutan hakim dan staf peradilan agama yang profesional dan berintegritas.
- Meningkatkan aksesibilitas layanan peradilan agama: Peningkatan aksesibilitas dapat dilakukan dengan cara memperluas jangkauan layanan peradilan agama ke daerah terpencil dan tertinggal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membangun gedung pengadilan agama di daerah tersebut, serta meningkatkan penggunaan teknologi informasi untuk memudahkan akses masyarakat terhadap layanan peradilan agama.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara membuka akses publik terhadap informasi tentang proses peradilan, putusan hakim, dan kinerja hakim. Selain itu, perlu dilakukan mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja peradilan agama.
- Meningkatkan peran masyarakat: Peningkatan peran masyarakat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses peradilan agama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan masukan terhadap kinerja peradilan agama.
Perbandingan Sistem Peradilan Agama
Sistem peradilan agama di berbagai negara memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda. Perbandingan sistem peradilan agama di Indonesia dengan sistem peradilan agama di negara lain memberikan perspektif yang lebih luas tentang praktik dan perkembangan hukum Islam dalam konteks peradilan.
Struktur Peradilan Agama
Struktur peradilan agama di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memiliki beberapa tingkatan, yaitu:
- Pengadilan Agama Tingkat Pertama
- Pengadilan Tinggi Agama
- Mahkamah Agung
Di beberapa negara, struktur peradilan agama mungkin berbeda. Misalnya, di Malaysia, terdapat Mahkamah Syariah yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Mahkamah Rendah Syariah, Mahkamah Tinggi Syariah, dan Mahkamah Rayuan Syariah. Di Mesir, sistem peradilan agama dijalankan oleh Mahkamah Syariah yang terdiri dari beberapa tingkatan, termasuk Mahkamah Tinggi Syariah dan Mahkamah Agung Syariah.
Asas Peradilan Agama
Asas peradilan agama di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam, seperti:
- Adil dan merata
- Transparan dan akuntabel
- Cepat dan sederhana
Asas peradilan agama di negara lain mungkin berbeda. Misalnya, di Arab Saudi, sistem peradilan agama didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam yang ketat, dengan penekanan pada hukum syariah. Di beberapa negara lain, seperti Inggris, sistem peradilan agama lebih fleksibel dan memungkinkan penggunaan hukum Islam dalam konteks tertentu, seperti dalam hal perceraian.
Prosedur Peradilan Agama
Prosedur peradilan agama di Indonesia diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Prosedur Peradilan Agama. Prosedur ini meliputi beberapa tahapan, seperti:
- Pendaftaran perkara
- Pemeriksaan perkara
- Putusan perkara
Di beberapa negara, prosedur peradilan agama mungkin berbeda. Misalnya, di Pakistan, prosedur peradilan agama lebih formal dan kompleks, dengan penekanan pada persidangan dan pembuktian. Di beberapa negara lain, seperti Kanada, prosedur peradilan agama lebih fleksibel dan memungkinkan penggunaan mediasi dan arbitrase.
Praktik Terbaik dalam Sistem Peradilan Agama, Sejarah peradilan agama
Beberapa praktik terbaik dalam sistem peradilan agama di negara lain yang dapat diadopsi oleh Indonesia, antara lain:
- Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk mempermudah akses dan layanan peradilan.
- Penerapan sistem manajemen perkara yang efektif dan efisien.
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia, seperti hakim dan panitera, melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
- Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan.
Studi Kasus Peradilan Agama
Sistem peradilan agama di Indonesia memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan hukum Islam, khususnya dalam bidang keluarga, waris, dan wakalah. Dalam praktiknya, peradilan agama kerap menghadapi kasus-kasus yang kompleks dan menarik untuk dikaji. Salah satu contohnya adalah kasus perceraian yang melibatkan poligami, yang seringkali menimbulkan perdebatan dan pertanyaan hukum yang rumit.
Kasus Perceraian dengan Latar Belakang Poligami
Kasus perceraian dengan latar belakang poligami ini terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2020. Perkara ini melibatkan pasangan suami istri, sebut saja A dan B. A mengajukan gugatan cerai terhadap B dengan alasan B telah menikah lagi tanpa sepengetahuan dan persetujuan A. A merasa haknya sebagai istri pertama dilanggar, karena B tidak memenuhi syarat dan prosedur poligami yang benar.
Alur Peradilan
Proses peradilan dimulai dengan A mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Jakarta Timur. B kemudian mengajukan jawaban atas gugatan tersebut, membantah tuduhan A dan menyatakan bahwa pernikahan keduanya telah dilakukan sesuai dengan hukum Islam. Pengadilan Agama Jakarta Timur kemudian melakukan persidangan untuk mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak, saksi, dan ahli.
- Dalam persidangan, A menghadirkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa B tidak memenuhi syarat poligami, seperti tidak adanya izin dari A dan tidak terpenuhinya kebutuhan materiil untuk kedua istri.
- B juga menghadirkan bukti-bukti yang menyatakan bahwa pernikahan keduanya telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan hukum Islam, dengan melibatkan wali dan saksi.
Putusan Hakim
Setelah melalui proses persidangan yang panjang, Pengadilan Agama Jakarta Timur akhirnya mengeluarkan putusan. Dalam putusannya, hakim mengabulkan gugatan cerai A dan menyatakan bahwa pernikahan kedua B tidak sah. Hakim berpendapat bahwa B tidak memenuhi syarat poligami, karena tidak mendapatkan izin dari A dan tidak terpenuhinya kebutuhan materiil untuk kedua istri. Hakim juga menyatakan bahwa pernikahan kedua B melanggar hak-hak A sebagai istri pertama.
Dampak Putusan
Putusan hakim ini menimbulkan dampak yang signifikan bagi kedua belah pihak. A merasa lega karena haknya sebagai istri pertama diakui dan pernikahan kedua B dinyatakan tidak sah. B, di sisi lain, merasa kecewa dengan putusan hakim. Namun, putusan hakim ini juga memberikan pelajaran penting bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang ingin melakukan poligami. Putusan ini menegaskan bahwa poligami harus dilakukan dengan memenuhi syarat dan prosedur yang benar, serta dengan memperhatikan hak-hak semua pihak yang terlibat.
Analisis Kasus
Kasus perceraian dengan latar belakang poligami ini menunjukkan bahwa peradilan agama di Indonesia berperan penting dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan hukum Islam. Putusan hakim dalam kasus ini menunjukkan bahwa hakim peradilan agama memiliki kewenangan untuk menguji keabsahan pernikahan poligami dan memastikan bahwa poligami dilakukan sesuai dengan syarat dan prosedur yang benar.
Refleksi tentang Sistem Peradilan Agama
Kasus ini juga memberikan refleksi penting tentang sistem peradilan agama di Indonesia. Peradilan agama diharapkan mampu memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam sengketa, khususnya dalam bidang keluarga. Peradilan agama juga diharapkan dapat memberikan penafsiran hukum Islam yang adil dan relevan dengan konteks sosial budaya masyarakat Indonesia.
Akhir Kata: Sejarah Peradilan Agama
Peradilan agama di Indonesia menghadapi berbagai tantangan di era modern, tetapi juga memiliki potensi untuk terus berkembang. Dengan reformasi yang berkelanjutan dan adaptasi terhadap perubahan zaman, peradilan agama dapat memperkuat posisinya sebagai lembaga yang berwibawa dan berkeadilan, menjalankan perannya dalam melindungi hak-hak umat Islam dan menjaga harmonisitas masyarakat Indonesia.