Contoh Soal PPh Pasal 26: Uji Kemampuan Anda Memahami Pajak Penghasilan

No comments

Contoh soal pph pasal 26 – PPh Pasal 26, atau Pajak Penghasilan Pasal 26, merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk Indonesia. Pajak ini dibayarkan atas penghasilan yang diterima dari sumber di Indonesia, seperti bunga, dividen, royalti, dan penghasilan lainnya.

Mempelajari PPh Pasal 26 tidak hanya penting bagi para WP, namun juga bagi siapa saja yang ingin memahami sistem perpajakan di Indonesia. Melalui contoh soal, Anda dapat memperdalam pemahaman tentang cara menghitung, melaporkan, dan membayar PPh Pasal 26 dengan lebih mudah dan praktis.

Pengertian PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) bukan dalam negeri dari sumber penghasilan di Indonesia. Singkatnya, PPh Pasal 26 ini berlaku ketika kamu, sebagai warga negara Indonesia, menerima penghasilan dari luar negeri. Penghasilan ini bisa berupa gaji, honor, dividen, bunga, royalti, dan lain sebagainya.

Contoh Penerapan PPh Pasal 26

Bayangkan kamu seorang freelancer yang bekerja untuk klien di Amerika Serikat. Kamu menerima pembayaran atas jasa yang kamu berikan dalam bentuk dolar Amerika. Nah, dalam kasus ini, penghasilan yang kamu terima dari klien di Amerika Serikat tersebut akan dikenakan PPh Pasal 26 karena merupakan penghasilan dari luar negeri yang diperoleh di Indonesia.

Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 dikenakan atas berbagai jenis penghasilan yang diterima dari luar negeri. Berikut beberapa jenis penghasilan yang umum dikenakan PPh Pasal 26:

  • Gaji atau upah yang diterima dari perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia
  • Honorarium yang diterima dari lembaga atau organisasi asing
  • Dividen yang diterima dari perusahaan asing yang sahamnya dimiliki oleh WP
  • Bunga yang diterima dari bank atau lembaga keuangan asing
  • Royalti yang diterima dari perusahaan asing atas penggunaan hak cipta, paten, atau merek dagang
  • Penghasilan lainnya yang diterima dari luar negeri, seperti hadiah, warisan, atau hibah

Dasar Hukum PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 merupakan salah satu jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk Indonesia. Pajak ini diterapkan atas penghasilan yang diterima WP bukan penduduk dari sumber penghasilan di Indonesia. Untuk memahami lebih lanjut mengenai PPh Pasal 26, kita perlu memahami dasar hukumnya.

Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pemotongan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26

Dasar Hukum Objek Pajak dan Tarif Pajak PPh Pasal 26

Objek pajak PPh Pasal 26 adalah penghasilan yang diterima oleh WP bukan penduduk dari sumber penghasilan di Indonesia. Penghasilan ini meliputi berbagai jenis, seperti:

  • Pendapatan dari pekerjaan, seperti gaji, honorarium, dan komisi
  • Pendapatan dari usaha, seperti keuntungan dari penjualan barang atau jasa
  • Pendapatan dari investasi, seperti bunga, dividen, dan royalti

Tarif pajak PPh Pasal 26 ditentukan berdasarkan jenis penghasilan dan negara asal WP bukan penduduk. Tarif pajak ini diatur dalam UU PPh dan dapat bervariasi, mulai dari 10% hingga 20%.

Ringkasan Peraturan Perundang-undangan terkait PPh Pasal 26

Berikut tabel yang merangkum peraturan perundang-undangan terkait PPh Pasal 26:

Peraturan Perundang-undangan Materi
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Dasar hukum PPh Pasal 26, termasuk objek pajak, tarif pajak, dan kewajiban pelaporan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 Tata cara pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 244/PMK.03/2008 Tata cara pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26
Read more:  Contoh Soal Angka Baku: Memahami dan Menerapkan Konsep dalam Berbagai Bidang

Objek Pajak PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk, baik berupa penghasilan dari Indonesia maupun dari luar negeri. Nah, untuk memahami PPh Pasal 26 lebih lanjut, kita perlu tahu dulu apa saja yang termasuk dalam objek pajaknya.

Identifikasi Objek Pajak PPh Pasal 26

Objek pajak PPh Pasal 26 meliputi penghasilan yang diterima WP bukan penduduk dari Indonesia, seperti:

  • Pendapatan dari usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan di Indonesia. Misalnya, seorang konsultan asing yang memberikan jasa konsultasi di Indonesia.
  • Pendapatan dari penyertaan modal di Indonesia. Contohnya, seorang investor asing yang memiliki saham di perusahaan Indonesia.
  • Pendapatan dari penjualan barang atau jasa di Indonesia. Misalnya, seorang eksportir asing yang menjual produknya ke Indonesia.
  • Pendapatan dari sewa atau penghasilan lain yang diterima dari Indonesia. Contohnya, seorang WP bukan penduduk yang menyewakan propertinya di Indonesia.

Selain itu, objek pajak PPh Pasal 26 juga meliputi penghasilan yang diterima WP bukan penduduk dari luar negeri, yang berhubungan dengan Indonesia, seperti:

  • Pendapatan dari usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan di luar negeri, namun berhubungan dengan Indonesia. Misalnya, seorang penulis asing yang menulis buku tentang Indonesia dan mendapatkan royalti dari penjualan bukunya di Indonesia.
  • Pendapatan dari penyertaan modal di luar negeri, namun berhubungan dengan Indonesia. Misalnya, seorang investor asing yang memiliki saham di perusahaan Indonesia yang terdaftar di bursa saham luar negeri.
  • Pendapatan dari penjualan barang atau jasa di luar negeri, namun berhubungan dengan Indonesia. Misalnya, seorang eksportir asing yang menjual produknya ke Indonesia melalui perantara di luar negeri.
  • Pendapatan dari sewa atau penghasilan lain yang diterima dari luar negeri, namun berhubungan dengan Indonesia. Contohnya, seorang WP bukan penduduk yang menyewakan propertinya di Indonesia melalui perantara di luar negeri.

Perbedaan Objek Pajak PPh Pasal 26 dengan Objek Pajak Lainnya

Objek pajak PPh Pasal 26 memiliki perbedaan dengan objek pajak lainnya, seperti:

  • PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan yang diterima WP orang pribadi penduduk, baik dari dalam maupun luar negeri. Objek pajak PPh Pasal 21 lebih luas, karena meliputi berbagai jenis penghasilan, seperti gaji, honorarium, dan lainnya.
  • PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan yang diterima WP badan atau WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia. Objek pajak PPh Pasal 23 lebih spesifik, karena hanya meliputi penghasilan tertentu, seperti bunga, dividen, dan royalty.
  • PPh Pasal 25 dikenakan atas penghasilan yang diterima WP badan yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia. Objek pajak PPh Pasal 25 lebih sempit, karena hanya meliputi penghasilan tertentu yang diperoleh WP badan.

Ilustrasi Penghasilan yang Termasuk dan Tidak Termasuk Objek Pajak PPh Pasal 26

Untuk lebih memahami objek pajak PPh Pasal 26, berikut ilustrasi penghasilan yang termasuk dan tidak termasuk objek pajak PPh Pasal 26:

Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak PPh Pasal 26

  • Seorang konsultan asing yang memberikan jasa konsultasi di Indonesia dan menerima honorarium.
  • Seorang investor asing yang memiliki saham di perusahaan Indonesia dan menerima dividen.
  • Seorang eksportir asing yang menjual produknya ke Indonesia dan menerima pendapatan dari penjualan.
  • Seorang WP bukan penduduk yang menyewakan propertinya di Indonesia dan menerima pendapatan sewa.

Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak PPh Pasal 26

  • Seorang WP bukan penduduk yang bekerja di luar negeri dan menerima gaji dari perusahaan di luar negeri, jika tidak berhubungan dengan Indonesia.
  • Seorang investor asing yang memiliki saham di perusahaan luar negeri dan menerima dividen, jika tidak berhubungan dengan Indonesia.
  • Seorang eksportir asing yang menjual produknya ke negara lain dan tidak berhubungan dengan Indonesia.
  • Seorang WP bukan penduduk yang menyewakan propertinya di luar negeri dan tidak berhubungan dengan Indonesia.

Tarif PPh Pasal 26: Contoh Soal Pph Pasal 26

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan dalam negeri (WPLN) atas penghasilan yang diterima dari sumber di Indonesia. Tarif PPh Pasal 26 ini dibedakan berdasarkan jenis penghasilan dan besarannya. Berikut penjelasan lengkapnya.

Tarif PPh Pasal 26

Tarif PPh Pasal 26 saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 181/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.03/2017 tentang Penghasilan dan Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Bukan Dalam Negeri. Berikut tarif PPh Pasal 26 yang berlaku saat ini:

  • Untuk penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, dan penghasilan lainnya yang sejenis, tarifnya adalah 20%.
  • Untuk penghasilan berupa jasa, tarifnya adalah 15%.
  • Untuk penghasilan berupa sewa, tarifnya adalah 10%.
Read more:  Contoh Soal Relasi dan Fungsi Kelas 8 Beserta Jawabannya: Kuasai Konsep Matematika dengan Soal-Soal Menarik

Cara Menghitung PPh Pasal 26

Cara menghitung PPh Pasal 26 cukup sederhana. Anda hanya perlu mengalikan tarif PPh Pasal 26 dengan jumlah penghasilan yang diterima. Misalnya, jika Anda menerima penghasilan berupa bunga sebesar Rp100.000.000, maka PPh Pasal 26 yang harus Anda bayarkan adalah:

Rp100.000.000 x 20% = Rp20.000.000

Jadi, PPh Pasal 26 yang harus Anda bayarkan adalah Rp20.000.000.

Tabel Tarif PPh Pasal 26

Jenis Penghasilan Besaran Penghasilan Tarif PPh Pasal 26
Bunga, Dividen, Royalti, dan Penghasilan Lainnya yang Sejenis Semua Besaran 20%
Jasa Semua Besaran 15%
Sewa Semua Besaran 10%

Wajib Pajak PPh Pasal 26

Contoh soal pph pasal 26

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk, seperti bunga, dividen, royalti, dan penghasilan lainnya yang bersumber dari Indonesia. Dalam pembahasan kali ini, kita akan menjelajahi lebih dalam mengenai WP PPh Pasal 26, mulai dari identifikasi jenis-jenisnya hingga kewajiban yang melekat pada mereka.

Jenis-jenis Wajib Pajak PPh Pasal 26

Wajib pajak PPh Pasal 26 umumnya adalah orang atau badan yang berdomisili di luar negeri, namun memperoleh penghasilan dari sumber di Indonesia. Berikut adalah beberapa contohnya:

  • Orang Asing: Warga negara asing yang bekerja di Indonesia, namun tidak berdomisili di Indonesia.
  • Perusahaan Asing: Perusahaan yang didirikan di luar negeri, namun memiliki cabang atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
  • Investor Asing: Investor yang menanamkan modal di perusahaan Indonesia, dan menerima dividen sebagai imbalan atas investasinya.

Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 26

Wajib pajak PPh Pasal 26 memiliki kewajiban untuk melaporkan dan membayar pajak atas penghasilan yang diterimanya dari Indonesia. Berikut adalah rincian kewajibannya:

  • Melaporkan Penghasilan: WP PPh Pasal 26 wajib melaporkan penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi atau Badan, tergantung pada jenis WP.
  • Membayar Pajak: WP PPh Pasal 26 wajib membayar pajak atas penghasilan yang diterimanya sesuai dengan tarif pajak yang berlaku.
  • Menghitung Pajak: WP PPh Pasal 26 wajib menghitung sendiri pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima, dan membayarnya ke kas negara melalui bank yang ditunjuk.
  • Membayar Pajak di Sumber: Dalam beberapa kasus, pajak PPh Pasal 26 dipotong di sumber oleh pembayar penghasilan (withholding tax).

Contoh Kasus, Contoh soal pph pasal 26

Misalnya, seorang investor asing bernama John menanamkan modal di sebuah perusahaan di Indonesia. John menerima dividen sebesar Rp 100 juta dari investasinya tersebut. Karena John adalah WP PPh Pasal 26, maka ia wajib melaporkan dan membayar pajak atas dividen yang diterimanya. John dapat menggunakan tarif pajak PPh Pasal 26 yang berlaku saat ini untuk menghitung pajak yang terutang.

Contoh soal PPh Pasal 26 bisa dibilang cukup rumit, ya. Tapi, kamu bisa belajar dari contoh-contoh soal yang ada, seperti soal tentang penghitungan PPh Pasal 26 untuk jasa konsultasi. Nah, untuk memahami soal-soal PPh Pasal 26 ini, kamu juga bisa belajar dari contoh soal lain, seperti contoh soal menjodohkan bahasa Inggris yang bisa kamu temukan di situs ini.

Soal menjodohkan ini bisa melatih kemampuanmu dalam menghubungkan kata dan frasa, yang juga berguna dalam memahami rumusan PPh Pasal 26.

Kewajiban Pelaporan PPh Pasal 26

Setelah mengetahui dasar pengenaan dan cara menghitung PPh Pasal 26, kini kita masuk ke tahap penting berikutnya: pelaporan. Pelaporan PPh Pasal 26 merupakan kewajiban bagi wajib pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 26. Melalui pelaporan, wajib pajak dapat memberikan informasi yang akurat dan transparan terkait pembayaran PPh Pasal 26 yang telah dilakukannya.

Jenis-jenis Dokumen Pelaporan PPh Pasal 26

Dokumen pelaporan PPh Pasal 26 digunakan untuk melaporkan pembayaran PPh Pasal 26 yang telah dilakukan oleh wajib pajak. Jenis-jenis dokumen pelaporan PPh Pasal 26 meliputi:

  • Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan: SPT Tahunan PPh ini digunakan untuk melaporkan seluruh penghasilan dan pengeluaran wajib pajak, termasuk PPh Pasal 26 yang telah dibayarkan sepanjang tahun pajak. SPT Tahunan PPh wajib diajukan paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya setelah tahun pajak.
  • Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 26: SPT Masa PPh Pasal 26 digunakan untuk melaporkan pembayaran PPh Pasal 26 yang dilakukan setiap bulan atau setiap tiga bulan. SPT Masa PPh Pasal 26 wajib diajukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pajak.

Cara Mengisi dan Menyampaikan Laporan PPh Pasal 26

Cara mengisi dan menyampaikan laporan PPh Pasal 26 dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu:

  • Secara manual: Wajib pajak dapat mengisi SPT PPh Pasal 26 secara manual di atas kertas dan kemudian menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.
  • Secara elektronik (e-filing): Wajib pajak dapat mengisi dan menyampaikan SPT PPh Pasal 26 secara elektronik melalui website resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau aplikasi e-filing yang disediakan oleh DJP. Cara ini lebih praktis dan efisien karena wajib pajak tidak perlu datang ke KPP untuk menyampaikan SPT.
Read more:  Contoh Soal dan Pembahasan Gelombang Cahaya Fisika Kelas 11

Untuk mengisi SPT PPh Pasal 26, wajib pajak perlu melengkapi data yang diperlukan, seperti:

  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Nama dan alamat wajib pajak
  • Jenis penghasilan yang dikenai PPh Pasal 26
  • Jumlah penghasilan bruto dan neto
  • Jumlah PPh Pasal 26 yang telah dipotong atau dibayar
  • Jumlah PPh Pasal 26 yang masih terutang (jika ada)

Contoh Format Laporan PPh Pasal 26

Berikut adalah contoh format SPT Masa PPh Pasal 26 yang dapat digunakan sebagai referensi:

No. Uraian Jumlah
1. Penghasilan Bruto Rp. 100.000.000
2. Potongan/Beban Rp. 10.000.000
3. Penghasilan Neto (1-2) Rp. 90.000.000
4. PPh Pasal 26 yang dipotong/dibayar Rp. 5.000.000
5. PPh Pasal 26 yang masih terutang (jika ada) Rp. 1.000.000

Contoh di atas merupakan gambaran umum dan mungkin tidak sesuai dengan semua kasus. Wajib pajak perlu memastikan bahwa data yang dimasukkan dalam SPT PPh Pasal 26 sudah benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sanksi PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak (WP) di Indonesia. Sanksi PPh Pasal 26 merupakan konsekuensi yang harus ditanggung WP jika tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti tidak membayar pajak tepat waktu atau melaporkan penghasilan dengan tidak benar. Sanksi ini bertujuan untuk mendorong WP agar taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Jenis-Jenis Sanksi PPh Pasal 26

Sanksi PPh Pasal 26 dapat berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana. Berikut adalah jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada WP PPh Pasal 26:

  • Sanksi Administrasi: Sanksi administrasi merupakan sanksi yang diberikan kepada WP karena melanggar ketentuan perpajakan yang bersifat administratif, seperti keterlambatan pembayaran pajak, pelaporan, atau kewajiban lain.
  • Sanksi Pidana: Sanksi pidana merupakan sanksi yang diberikan kepada WP karena melanggar ketentuan perpajakan yang bersifat pidana, seperti menyembunyikan atau melaporkan penghasilan dengan tidak benar.

Contoh Kasus Pelanggaran PPh Pasal 26 dan Sanksinya

Berikut adalah contoh kasus pelanggaran PPh Pasal 26 dan sanksinya:

  • Kasus: WP menerima penghasilan dari luar negeri sebesar Rp100.000.000, namun WP tidak melaporkan penghasilan tersebut dan tidak membayar PPh Pasal 26.
    Sanksi: WP dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah PPh Pasal 26 yang terutang, yaitu Rp25.000.000 (asumsi tarif PPh Pasal 26 sebesar 25%). Selain itu, WP juga dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara dan denda.

Tabel Jenis Pelanggaran dan Sanksinya

Jenis Pelanggaran Sanksi
Tidak Melaporkan Penghasilan Denda sebesar 100% dari jumlah PPh Pasal 26 yang terutang
Melaporkan Penghasilan dengan Tidak Benar Denda sebesar 100% dari jumlah PPh Pasal 26 yang terutang
Tidak Membayar PPh Pasal 26 Tepat Waktu Denda sebesar 2% dari jumlah PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan atau bagian bulan keterlambatan
Menyembunyikan Penghasilan Kurungan penjara dan denda

Contoh Soal PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) bukan penduduk Indonesia dari sumber penghasilan di Indonesia. PPh Pasal 26 ini merupakan pajak yang bersifat final, sehingga tidak perlu dihitung kembali dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan PPh.

Untuk memahami PPh Pasal 26, yuk kita bahas melalui contoh soal berikut ini.

Contoh Soal PPh Pasal 26

Berikut adalah lima contoh soal PPh Pasal 26 yang mencakup berbagai aspek, lengkap dengan kunci jawaban dan pembahasannya.

No. Soal Kunci Jawaban Pembahasan
1. Seorang investor asing bernama John, warga negara Amerika Serikat, menerima dividen dari saham PT. ABC yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar Rp100.000.000. Berapa besar PPh Pasal 26 yang harus dibayar John? Rp15.000.000 PPh Pasal 26 atas dividen saham yang diterima oleh WP bukan penduduk di Indonesia adalah sebesar 15% dari jumlah dividen yang diterima.

Dalam kasus ini, John harus membayar PPh Pasal 26 sebesar 15% x Rp100.000.000 = Rp15.000.000.
2. PT. XYZ, perusahaan yang berdomisili di Singapura, memberikan jasa konsultan kepada PT. DEF di Indonesia dengan nilai kontrak sebesar Rp500.000.000. Berapa besar PPh Pasal 26 yang harus dibayar PT. XYZ? Rp75.000.000 PPh Pasal 26 atas jasa yang diberikan oleh WP bukan penduduk di Indonesia adalah sebesar 15% dari nilai jasa yang diberikan.

Dalam kasus ini, PT. XYZ harus membayar PPh Pasal 26 sebesar 15% x Rp500.000.000 = Rp75.000.000.
3. Seorang penulis buku dari Australia bernama Sarah, menerbitkan bukunya di Indonesia dan mendapatkan royalti sebesar Rp200.000.000. Berapa besar PPh Pasal 26 yang harus dibayar Sarah? Rp30.000.000 PPh Pasal 26 atas royalti yang diterima oleh WP bukan penduduk di Indonesia adalah sebesar 15% dari jumlah royalti yang diterima.

Dalam kasus ini, Sarah harus membayar PPh Pasal 26 sebesar 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000.
4. Sebuah perusahaan teknologi dari Korea Selatan bernama Samsung, menjual produk elektroniknya di Indonesia dengan nilai penjualan sebesar Rp1.000.000.000. Berapa besar PPh Pasal 26 yang harus dibayar Samsung? Rp150.000.000 PPh Pasal 26 atas penjualan barang yang dilakukan oleh WP bukan penduduk di Indonesia adalah sebesar 15% dari nilai penjualan.

Dalam kasus ini, Samsung harus membayar PPh Pasal 26 sebesar 15% x Rp1.000.000.000 = Rp150.000.000.
5. Sebuah perusahaan asuransi dari Jepang bernama Tokio Marine, memberikan asuransi kepada perusahaan di Indonesia dengan premi sebesar Rp50.000.000. Berapa besar PPh Pasal 26 yang harus dibayar Tokio Marine? Rp7.500.000 PPh Pasal 26 atas premi asuransi yang diterima oleh WP bukan penduduk di Indonesia adalah sebesar 15% dari jumlah premi yang diterima.

Dalam kasus ini, Tokio Marine harus membayar PPh Pasal 26 sebesar 15% x Rp50.000.000 = Rp7.500.000.

Ringkasan Terakhir

Memahami contoh soal PPh Pasal 26 dapat membantu Anda dalam mengelola keuangan dan kewajiban perpajakan dengan lebih baik. Dengan pengetahuan yang cukup, Anda dapat menghindari kesalahan dalam pelaporan dan pembayaran pajak, serta meminimalkan risiko sanksi yang mungkin dijatuhkan.

Also Read

Bagikan:

Newcomerscuerna

Newcomerscuerna.org adalah website yang dirancang sebagai Rumah Pendidikan yang berfokus memberikan informasi seputar Dunia Pendidikan. Newcomerscuerna.org berkomitmen untuk menjadi sahabat setia dalam perjalanan pendidikan Anda, membuka pintu menuju dunia pengetahuan tanpa batas serta menjadi bagian dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.